Page 21 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 21
Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan 9
di Amerika Selatan. Keberadaan tuan tanah di Filipina sangatlah
signiikan sehingga pelaksanaan reforma agrarianya
25
pasang surut. Tampaknya pelaksanaan reforma agraria di Indonesia
juga mengalami hal yang serupa dengan Filipina, pasang surut.
Sebagai negara pasca kolonial reforma agraria sudah menjadi
26
tema pembicaraan utama Indonesia sejak aw kemerdekaan.
Pembicaraannya tidak saja dalam rangka melakukan penataan
sumber-sumber agraria y lebih dan menghentikan k
agraria yang berkepanjangan selama masa kolonial, tetapi sekaligus
juga untuk menjawab masalah perekonomian yang harus dijalankan
pasca kolonial. Salah satu objek pembahasan utamanya adalah
keberadaan tanah-tanah perusahaan perkebunan milik Belanda.
Setidaknya terdapat beberapa kepentingan yang menjadi dasar
pembahasan saat itu: (i) keluar dari kungkungan kolonialisme
yang berkepanjangan; (ii) menata ulang struktur pemilikan dan
penguasaan tanah yang adil; (iii) penataan atas sumber-sumber
agraria yang berdikari atas ekonominya tidak tergantung lagi kepada
modal asing; (iv) pengakuan atas warga negara dalam suatu negara. 27
Buku ini mencoba merekonstruksi seraya menjelaskan
proses partisipasi masyarakat perkebunan dalam upaya penataan
sumber-sumber agraria khususnya wilayah perkebunan
25 Brian Fegan, ‘The Philippines: Agrarian Stagnation Under a Decaying
Regime’ in Gill Hart, Andrew Turton, Benjamin White (eds), Agrarian
Transformation; Local Processes and the State in Southeast Asia
(California: University of California Press, 1992), hlm. 125-43.
26 Cuplikan dari naskah proklamasi ini: “Hal-hal mengenai pemindahan
kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan
dalam tempo yang sesingkat-singkatnya” merupakan manifestasi dari
upaya untuk meninggalkan situasi kolonial.
27 Bandingkan dengan Thee Kian Wie yang membagi masalah pokok
ke dalam dua garis besar: (i) merehabilitasi perekonomian nasional
yang hancur akibat pendudukan Jepang dan perang kolonial; dan
(ii) merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional. Lihat
pada Thee Kian Penanaman Modal Asing Langsung di Indonesia
(Jakarta: PMB-LIPI, 1996), hlm. 4.