Page 23 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 23
Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan 11
semua produksi tanaman perkebunan diganti dengan tanaman yang
mendukung perang. Upaya untuk menata ulang sumber-sumber
agraria wilayah perkebunan pada awalnya mendapat
penuh tentara pendudukan Jepang walaupun selanjutnya
berhadapan dengan bangunan struktur agraria yang dipaksakan
oleh tentara pendudukan Jepang sendiri.
Kemudian dalam periode 1945-50an merupakan peluang
partisipasi kedua bagi masyarakat perkebunan. Setidaknya pada
periode ini terdapat tiga inisiatif yang ingin berpartisipasi dalam
upaya penataan ulang atas sumber-sumber agraria di negeri yang
baru memproklamasikan kemerdekaannya. Ketiga inisiatif tersebut
memiliki arah yang sama terhadap keberadaan sistem ekonomi
perkebunan yang bersandar atas struktur agraria kolonial, sehingga
perlu dirombak. Prakarsa pertama, tentu datang dari masyarakat
perkebunan sendiri, dimana mereka telah menduduki dan mengolah
tanah-tanah yang telah ditinggalkan pemiliknya sejak krisis ekonomi
dan disusul pendudukan tentara Jepang. Kemudian prakarsa
kedua, secara prinsipil tetap berbasis pada partisipasi masyarakat
perkebunan, karena masyarakat perkebunan mulai menyuarakan
aspirasi politik dan cita-cita ekonominya melalui organisasi-
organisasi kerakyatan. Pada masa pergerakan nasional (1902-42)
masyarakat perkebunan di Jember sudah mulai bersentuhan dengan
Syarikat Islam Lokal. 33 Tuntutan berbagai organisasi kerakyatan
tersebut adalah guna melakukan perbaikan kehidupan sosial dan
ekonomi masyarakat tani Indonesia dengan membebaskan beban
yaitu imperialisme dan f Lebih spesiik
yang dituntut oleh Barisan Tani Indonesai (BTI) yang mengadakan
konferensi di Jember pada tangal 29 Desember 1946, yang hasilnya
mendesak pemerintah guna mengambilalih semua tanah milik
perusahaan perkebunan, baik melalui jalan konsesi maupun
(
J
33 ANRI, Syarikat Islam Lokalakarta: Penerbit Sumber-sumber Sejarah
No. 7, 1975), hlm. 353.