Page 28 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 28
16 Tri Chandra Aprianto
agraria secara perlahan mulai dihapus, dan rezim politik berganti
dengan orientasi pembangunan yang berbeda dengan masa
sebelumnya, yang juga berlainan cita-cita dengan masyarakat
perkebunan yang selama ini memperjuangkan penataan struktur
sumber agraria y lebih Konlik berdarah 196 terny
menjadi tanda kalau agenda landreform seperti dimasukkan ke
dalam ”peti es”. Bahkan landreform kemudian w
46
47
yang ”tabu” untuk dibicarakan, karena dianggap produk komunis.
Akibatnya masyarakat perkebunan kemudian pada tahun-tahun
1970an banyak dikeluarkan dari tanah-tanah perkebunan. Tahun-
tahun tersebut juga menandai menurunnya partisipasi masyarakat
perkebunan guna melakukan penataan ulang atas sumber-sumber
agraria yang lebih adil.
Berangkat dari gambaran di atas, terdapat suatu proses
partisipasi dari masyarakat perkebunan yang ingin melakukan
penataan ulang atas sumber-sumber agraria yang lebih adil. Upaya
penataan ulang tersebut bukan sebagai tindakan manajerial, karena
masa kolonial menempatkan perkebunan sebagai upaya mengontrol
masyarakat dan produknya. Oleh karena itu gejala landless
population (meningkatnya jumlah masyarakat tidak bertanah) dan
praktek dicabutnya masyarakat petani atas tanah (depeasantization)
48
sudah berlangsung sejak pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Perkebunan adalah satu arena kontestasi perebutan sumber-sumber
agraria. Di dalam sistem perkebunan tidak hanya terdapat pola relasi
vertikal, tapi juga terdapat beragam horisontal. Dengan demikian,
perkebunan tetap menjadi tema penting untuk dikaji lebih jauh.
46 W. F. Wertheim, ‘From Aliran to Class Struggle in the Countryside of
Java’, Paciic Viewpoint, Vol. 10, No. 2, September 1969, hlm. 15.
47 White dan Wiradi (eds), Reforma Agraria dalam Tinjauan Komparatif,
hlm. 28.
48 Jan Breman, Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa; Sistem Priangan
dari Tanam Paksa Kopi di Jawa 1720-1870Jakarta: YOI, 2014).
(