Page 255 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 255

Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan  243


              Presiden No. 1 tahun 1956 dibentuklah Panitia Negara Urusan Agraria
              yang diketuai oleh Soewahjo Soemodilogo, yang dalam perjalannya
              diganti oleh Soenario. Panitia ini berhasil melahirkan sebuah RUU
              yang kemudian diserahkan kepada Menteri Agraria. Kemudian DPR
              membentuk panita adhoc yang di ketuai oleh AM. Tambunan untuk
              merespon rancangan Soenario. Atas permintaan Presiden Soekarno
              bahwa rancangan tersebut perlu dibicarakan di tingkatan Perguruan
              Tinggi. Panitia  adhoc  perlu  juga  mendapat  masukan  dari Seksi
              Agraria Universitas Gadjah Mada. Hingga akhirnya ditandatangani
              Presiden  Soekarno  pada  tanggal 24 September  1960. Inilah  yang
              kemudian menjadi landasan bagi pelaksanaan agenda landreform di
              Indonesia. Landreform bertujuan untuk menciptakan tidak sekedar
              struktur  tanah  yang baru, tetapi juga  struktur  sosial  tentunya.

              Begitu  juga  dengan  keberadaan  UUPA  1960, tujuan  utamanya



              bukanlah mer  perkembangan ek  walaupun (t
              akan  mempunyai implikasi pada  tata  ekonomi nasional. 15  Dalam


              pidato Sadjarwo (Ment  Agr    depan DPR-  pada


              September 1960 land reform bertujuan:
                  (i) Untuk  mengadakan  pembagian  yang adil atas  sumber
                  penghidupan rakyat petani yang berupa tanah, dengan maksud
                  agar ada pembagian hasil yang adil pula, dengan merombak
                  struktur  pertanahan  sama  sekali secara  revolusioner, guna
                  merealisir  keadilan  sosial; (ii) Untuk  melaksanakan  prinsip
                  tanah untuk petani, agar tidak terjadi lagi tanah sebagai objek
                  spekulasi dan objek pemerasan; (iii) Untuk memperkuat dan
                  memperluas  hak  milik  atas  tanah  bagi  setiap  warga  negara
                  Indonesia, baik itu laki-laki maupun wanita, yang berfungsi

                  sosial. Suatu  pengakuan  dan  perlingdungan  terhadap  privat-
                  bezit, yaitu  hak  milik  sebagai hak  yang terkuat, bersifat
                  perseorangan  dan  turun  temurun, tetapi berfungsi sosial;
                  (iv) Untuk mengakhiri sistem tuan tanah dan menghapuskan
                  penguasaan  tanah  secara  besar-besaran  dengan  tak  terbatas,




              15   Selo Soemardjan, Landreform di Indonesia, hlm. 106.
   250   251   252   253   254   255   256   257   258   259   260