Page 257 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 257
Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan 245
kaum pemilik erfpacht. Tidak ada lagi tindakan anggota organisasi
buruh perkebunan merusak tanaman-tanaman perkebunan dalam
rangka mengganggu produksi kaum ondernemer. Bahkan tidak ada
lagi tuntutan dari masyarakat perkebunan terhadap pemerintah
baik daerah maupun pusat untuk mengembalikan dan membagi
tanah-tanah erfpacht kepada masyarakat yang selama ini mengelola
lahan tersebut.
Pada tahun-tahun ini digelarnya aksi demonstrasi menuntut
penataan ulang atas penguasaan tanah yang lebih adil di ranah yang
berbeda dengan masa sebelumnya. Ranah itu pada tahun-tahun ini
terjadi di jalan-jalan kampung, di pematang-pematang sawah, dan
di kantor-kantor desa. Tanah-tanah perkebunan untuk sementara
menjadi ranah yang aman, cenderung senyap dari gegap gempita
pergerakan rakyat. Tanah-tanah perkebunan tidak lagi masuk dalam
imaginasi bahwa struktur agraria di wilayah yang harus ditata ulang.
Masyarakat perkebunan yang tergabung dalam BTI memainkan
peranan yang menonjol. Pada dasarnya prioritas awal gerakannya
tetap pada tanah erfpacht sebagai sasarannya. Sebagaimana dicatat
oleh Sulistyo untuk daerah Banyuwangi.
Di Jawa Timur, pada Maret 1960, BTI cabang Banyuwangi
menuntut agar tanah-tanah erfpacht segera dibagikan. PKI
juga menuntut agar tanah-tanah yang sudah digarap oleh
petani tidak diubah statusnya menjadi erfpacht. Pelaksanaan
program landreform lainnya, seperti pembagian tanah milik
tuan tanah yang tinggal di luar daerah tersebut (absentee
landlord) dan pembagian tanah yang dimiliki oleh desa kepada
petani, tidaklah mudah. 18
Akan tetapi kemudian pandangan tersebut berbalik dari tanah-
tanah perkebunan bekas erfpacht ke arah tanah-tanah pertanian
18 Hermawan Sulistyo, Palu Arit di Ladang Tebu; Sejarah Pembantaian
Massa yang Terlupakan (1965-1966) (Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia, 2000), hlm. 143.