Page 260 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 260
248 Tri Chandra Aprianto
itu. Begitu pula NU tidak bersedia mengirimkan delegasi resminya
ke muktamar tersebut. 24 NU secara politik memang tidak setuju
dengan keberadaan PKI, akan tetapi banyak elite NU yang merasa
bisa bersandingan dengan pihak komunis, ketimbang terhadap
25
kelompok muslim reformis.
Akan tetapi di permukaan lebih banyak yang dibicarakan adalah
konlik antara kaum nahdliyin melawan komunis, terlebih lagi pada
tahun-tahun 1960-an. Jember sebagai daerah perkebunan juga
26
merupakan salah satu arena konlik tersebut. Apa yang terjadi di
daerah Semboro, terjadi benturan isik antar masyarakat, namun
bisa diatasi oleh aparat keamanan. 27 Begitu juga yang terjadi di
beberapa tempat lainnya, seperti di daerah Tanggul, Rambipuji,
Sukorejo dan lainnya. Ber konlik tersebut kemudian
28
tampak dipermukaan konlik antara kekuatan
melawan kekuatan komunis P ada beberapa peristiwa
konliknya antara pihak P dan Pemuda Mar y
29
terjadi di daerah Kalisat. K konlik y t
wilayah pedesaan tersebut bukanlah berbasis pada
penataan ulang atas sumber-sumber agraria.
Polarisasi dan kontestasi masyarakat perkebunan semakin
jelas ke dalam berbagai kekuatan organisasi politik. Polarisasi
dan kontestasi politik tersebut merupakan kelanjutan dari pemilu
24 Lihat M. C. Ricklef, A History of Modern Indonesia (Bloomington:
Indiana University Press, 1981), hlm. 393.
25 Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama
(Sala: Jatayu, 1985), hlm. 42.
26 Jacob Walkin, ‘The Moslem-Communist Confrontation in East Java,
1964-1965’, in Orbits, No.3, Fall 1969, hlm. 289.
27 Wawancara dengan Sulton Fajar.
28 Wawancara Sahid, tanggal 31 Mei dan 8 Juni 2004.
29 Wawancara Bunasin, 9 Januari 2002.