Page 263 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 263
Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan 251
terhadap lambannya pelaksanaan landreform. Kekecewaan tersebut
dinyatakan oleh DN Aidit pada Februari 1964. Menurut berbagai
nara sumber setidaknya aksi sepihak yang sempat berlangsung
Jember t daer T Banteng Kesilir W
Sabrang, Ambulu, Curah Takir, Curah Nongko, Tanggul, Semboro,
dan beberapa daerah pedesaan lainnya. Berbagai organisasi yang
ber dengan P menggelar rapat-rapat umum
terbuka di lapangan di pedesaan-pedasaan. PKI mensosialisasikan
hingga ke tingkat ranting dan berbagai organisasinya. Seluruh kader
PKI dan berbagai onderbouw -nya diharuskan ikut membantu dalam
36
proses aksi sepihak diberbagai daerah tersebut. Kendati begitu aksi
sepihak yang dilakukan tidak ada yang berhasil mendapatkan tanah
dari para tuan tanah.
Berbagai rapat umum tersebut diharapkan oleh PKI dapat
menarik simpati masyarakat lainnya guna mendukung apa yang
mereka lakukan. Tindakan ofensif ini dilakukan PKI dalam rangka
radikalisasi massa rakyat dengan cara-cara mobilisasi rakyat.
Sekaligus tindakan tersebut juga guna meningkatkan kadar militansi
kader-kader PKI di tingkat bawah. Tentu saja strategi ini berbeda
dengan tahun 1950-an, yang memilih hati-hati dalam melakukan
konsolidasi kepartaian. 37
Kesan yang muncul di permukaan, gerakan aksi sepihak
tidak saja dimaksudkan guna pelaksanaan agenda landrefom, juga
sebagai sarana perjuangan politik kelas sekaligus sebagai upaya
peningkatan ofensive revolusioner dalam rangka mempersiapkan
perwujudan rev Praktek politik dalam
aksi sepihak meggunakan analisa pembelahan sosial dengan sangat
36 Wawancara Sahid, tanggal 31 Mei dan 8 Juni 2004
37 Lihat Tri Chandra Aprianto, ‘Kekerasan dan Politik Ingatan; Paramiliter
Banser dalam Tragedi 1965-1966 di Jawa Timur’, dalam Budi Susanto,
SJ., (ed.), Politik dan Poskolonialitas di Indonesia (Yogyakarta: Kanisius,
2003), hlm. 37-8.