Page 258 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 258
246 Tri Chandra Aprianto
di pedesaan. Setidaknya ada dua faktor utama yang menyebabkan
terjadinya pergeseran tersebut. Faktor pertama adalah adanya
pendekatan kompromi sebagai bagian dari politik diplomasi
yang dilakukan oleh elite pemerintahan saat KMB yang telah
memulihkan kembali hak-hak orang asing. Adanya sikap kompromi
sehingga Pemerintah RI harus menjaga sikap terhadap pihak
Belanda. Sehingga Pemerintah RI pasti terganggu jika ada gerakan
perlawanan dari organisasi rakyat di perkebunan. Sehingga pada
pada saat itu mulai dikembangkan konsepsi “pendudukan tanah
ilegal”. K tersebut pada dasarnya merupakan warisan
19
sistem agraria kolonial yang menganggap masyarakat perkebunan
y masuk dalam wilayah perusahaan perkebunan
sebagai orang-orang yang dapat mengganggu ketertiban. Adapun
faktor yang kedua adalah adanya pandangan elite partai politik (PKI)
yang itu kemudian merembes pada organisasi tani yang berailiasi
padanya (BTI). Pandangan tersebut menyatakan bahwa kontradiksi
pokok dalam kehidupan bermasyarakat itu terjadi di wilayah
pedesaan antara kaum tani dengan tuan tanah bukan dengan
perusahaan perkebunan. “Sebab pada umumnja kontradiksi pokok di
desa adalah antara kaum tani dengan tuan tanah dan bukan dengan
Djawatan Kehutanan atau Perusahaan2 Perkebunan Negara. Musuh
pokok kaum tani di desa bukanlah perkebunan atau kehutanan tetapi
tuan tanah.” 20
Akibatnya suasana pedesaan di sekitar tanah-tanah perkebunan
berada menjadi gaduh oleh demonstrasi masyarakatnya yang
menuntut penataan ulang. Suasana menjadi semakin gaduh,
19 Sudargo Gautama dan Budi Harsono, Survey of Indonesian Law:
Agrarian Law (Bandung: Lembaga Penelitian Hukum dan Kriminologi,
Fakultas Hukum Univesitas Padjadjaran, 1972), hlm. 12-5.
20 Cuplikan lengkap bisa dilihat pada DN Aidit, Kaum Tani Mengganjang
Setan-Setan Desa; Laporan Singkat tentang Hasil Riset Mengenai
Keadaan Kaum Tani dan Gerakan Tani Djawa Barat (Jakarta: Jajasan
Pembaruan, 1964), hlm. 51-2.