Page 275 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 275
Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan 263
lebih guna mempersiapkan segala teknis pelaksanaannya termasuk
UU dibawahnya; (ii) pemerintah tidak memiliki cukup dana untuk
menjalankan program populis tersebut; 77 (iii) pemerintah belum
cukup serius melakukan sosialisasi tentang pelaksanaan agenda
landreform manakala berhadapan dengan tema-tema keagamaan.
C. Kekerasan: Membangun Rasa Takut Masyarakat
Perkebunan
Sebagaimana disinggung di atas, dibeberapa wilayah Jawa
Timur menjadi arena berlangsungnya konfrontasi kekerasan antara
golongan muslim dan komunis. 78 Kekerasan politik di daerah
masyarakat perkebunan terjadi begitu mengejutkan, karena alur
dalam konteks penataan sumber-sumber agraria selama periode
kolonial konstruksi isunya tidak berbentuk horizontal. Hingga tahun
1961 konstruksi isunya masih berkisar antara masyarakat perkebunan
dengan pihak perkebunan. Akan tetapi setelah tahun 1962 terdapat
peningkatan aktivitas masyarakat di daerah pedesaan, baik yang
beririsan dengan perkebunan tembakau maupun yang berhimpitan
dengan perkebunan tebu. Aktivitas mereka meningkat karena ada
proses mobilisasi politik dari PKI, karena ketidaksabaran dalam
menjalankan agenda landreform di Indonesia, sebagaimana telah
dijabarkan di atas. Akan tetapi proses mobilisasi untuk masyarakat
perkebunan di Jember mengalami kegagalan, karena tidak terlalu
masif. Kegagalan ini karena masyarakat perkebunan di Jember
didominasi oleh masyarakat muslim (Nahdlatul Ulama). Pengaruh
kyai pesantren sangat dominan dalam kehidupan bermasyarakat
77 Tri Chandra Aprianto, Tafsir(an) Land Reform dalam Alur Sejarah
(Y
Indonesia; Tinjauan Kritis Atas Tafsir(an) yang Adaogyakarta: Karsa,
2006), hlm. 88-9.
78 Lihat Walkin Jacob Walkin, The Moslem Communist Confrontation,
1969. Lihat juga pada Hermawan Sulistyo, Palu Arit di Ladang Tebu,
2000. Lihat juga pada Aminuddin Kasdi, Kaum Merah Menjarah, 2001.