Page 281 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 281

Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan  269


              penggusuran  tersebut  tidak  ada  penggantian  atas  kerugian  yang
              diterima oleh masyarakat yang telah tinggal di daerah perkebunan. 97
                  Apa yang sesungguhnya terjadi merupakan proses propaganda
              yang  mengarah  pada  tindakan  irasional.  Pada  awalnya  sangat
              sulit  menemukan  titik  konsolidasi dalam  rangka  anti komunis,
              mengingat  tidak  adanya  tindak  korupsi dalam  tubuh  PKI, bahkan
              tingkat kejujuran dan disiplin dalam kehidupan sosial politik serta

              tanpa  pamrih  merupakan  sumber  bagi tumbuhnya  generasi kuasa
              baru. Oleh karena itu untuk menghentikan munculnya kuasa baru
              diperlukan  berbagai argumentasi yang mengarah  pada  tindakan
              asusila  dan  sentimen  keagamaan. 98  Sejak  saat  itu  kata  komunis  di
              Indonesia dilekatkan pada berbagai simbol-simbol yang berkonotasi
              negatif  seperti  pengkhianat  negara,  pembunuh,  kaum  kair,

              perempuan pelacur yang bejat perusak moral anak dan seterusnya.
              Pada akhirnya sangat tidak mungkin lagi menggunakan idiom-idiom
              yang berkisar  penataan  ulang struktur  agraria  seperti UUPA  1960,
              landreform, aksi sepihak, dan lain-lain.  Di samping itu, peristiwa
                                                  99
              kekerasan  yang terjadi melahirkan  trauma  berkepanjangan. Untuk
              sementara agenda penataan   struktur agraria   wilay





              perkebunan menjadi terhenti oleh arus balik tersebut.
                  Situasi perkebunan sangat dominan dengan warna kekerasan.
              Keberadaan   gudang-gudang    milik  perusahaan   perkebunan
              tembakau berubah menjadi rumah tahanan sementara. Orang-orang
              komunis  yang tertangkap  ditahan  di gudang-gudang tembakau
              tersebut. Hal itu  dikarenakan  sudah  penuh  sesaknya  penjara  di
              Jember. Di samping itu, mengingat  keterbatasan  personil pihak
              aparat  keamanan  memobilisasi berbagai organisasi masyarakat,
              termasuk  Banser  untuk  aktif  bergiliran  dengan  organisasi yang


              97  Wawancara Sawal, 30 Januari 2002.
              98  Bennedict  Anderson, Kuasa Kata; Jelajah Budaya-Budaya Politik di
                  Indonesia (Yogyakarta: Mata Bangsa, 2002), hlm. 115.
              99  Tri Chandra Aprianto, Kekerasan dan Politik Ingatan, hlm. 67.
   276   277   278   279   280   281   282   283   284   285   286