Page 282 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 282
270 Tri Chandra Aprianto
lainnya menjaga gudang-gudang milik perkebunan yang menjadi
rumah tanahan tersebut. Akibat lainnya 4 wakil rakyat dari unsur
100
PKI juga diberhentikan dari jabatannya.
D. Landreform Sukses di Perkebunan
Kendati terdapat cerita konlik di atas, proses jalannya landreform
di lahan perkebunan di Jember ada juga yang berjalan dengan baik.
Merujuk pada UUPA 1960, pemerintah kemudian menerbitkan
Keppres No. 131 pada 15 April 1961 tentang organisasi penyelenggara
landreform, yang kepanitiaannya dari tingkat nasional hingga tingkat
daerah. Selanjutnya Pemerintah Daerah Jember langsung merespon
Keppres tersebut dengan menyusun pelaksana landreform di tingkat
kabupaten dengan susunan Bupati, Kepala Agraria, jawatan dan
instansi pemerintah, serta wakil-wakil organisasi tani. Selanjutnya
membentuk panitia landreform hingga kecamatan-kecamatan. Pada
tingkat kecamatan inilah mengalami kemacetan-kemacetan karena
berbagai kepentingan baik dari kalangan birokrasi, militer maupun
organisasi masyarakat sendiri yang memperebutkan kepanitiaan.
Kendati begitu, tidak semua kepanitian mengalami kemacetan,
seperti di Kecamatan Tegal Besar panitia berjalan lancar, dengan
w masyarakat A dan Songot (PN P
Landreform ini berhasil membagi lahan bekas perkebunan Ledok
Ombo mencapai 300 hektar kepada masyarakat yang selama ini
telah menggarap lahan perkebunan tersebut.
101
Hal yang sama (namun berbeda) juga terjadi di daerah
perkebunan Perkebunan Ketajek. Kesamaannya telah berlangsung
proses redistribusi lahan kepada masyarakat bahkan secara formal
pelaksanaannya oleh pemerintah daerah. Sementara perbedaannya
pada era Orde Baru para penerima manfaat landreform harus keluar
100 Wasis, tanggal 29 Agustus 2000.
101 Hingga sekarang daerah tersebut tetap menjadi milik masyarakat.