Page 288 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 288

276   Tri Chandra Aprianto


            pada  tanggal 24 September  1960 oleh  Presiden  Soekarno. Tentu
            saja ini menjadi angin segar bagi upaya untuk melakukan penataan
            ulang atas  sumber-sumber  agraria  yang lebih  adil dan  keluar  dari
            jebakan  kebijakan  sistem  kolonial dan  struktur  politik  ekonomi
            Jepang. Harapannya berlangsung proses pelaksanaan landreform di
            Indonesia bisa berjalan dengan lancar.
                Akan  tetapi sejarah  tidak  berjalan  linier, dinamika  aktor  dan

            struktur  juga  kompleks  ditambah  dalam  tubuh  masing-masing
            aktor  dan  struktur  sendiri juga  tidak  berada  dalam  ruang kosong.
            Terlebih juga permasalahan yang menjadi obyek adalah perkebunan
            yang memiliki basis kekayaan alam yang luar biasa.
                Polarisasi masyarakat  politik  Indonesia  kala  itu  berhimpitan




            dengan garis sosio-kultur  y  hadir   Jawa dan masyar

            perkebunan   pada    khususnya.   Kebangkitan   simbol-simbol
            keagamaan  yang hadir   dalam  bentuk  materi-materi tuntutan
            politik menambah garis tegas polarisasi tersebut. Dalam masyarakat
            perkebunan  menjadi arena  polarisasi tersebut, terbelah  ke  banyak
            simbol-simbol politik. Pertentangan antar kelompok berlangsung di
            beberapa lahan perkebunan di Jember. Pada periode ini menjelaskan
            bagaimana  berbagai kekuatan  politik  sedang menyusun  kembali
            politik  identitasnya. Perubahan  kehidupan  sosial, politik, dan
            ekonomi yang dicita-citakan masyarakat perkebunan dikendalikan
            oleh  pandangan  yang lebih  luas. Tidak  lagi berasal dari kalangan
            masyarakat perkebunan sendiri. Perubahan yang dikendalikan oleh
            pandangan  yang lebih  luas  tersebut  mampu  menciptakan  simbol
            dan instrumen dengan standar yang jelas hirarkhi sosial politiknya
            dan  tuntutan  perjuangannya, sehingga  hal itu  dapat  mengatasi
            bentuk dan makna komunitas asalnya.

                Oleh  sebab  itu, periode  ini juga  menjelaskan  berlangsungnya
            pertarungan  antar  partai berlangsung sangat  intensif, tidak
            hanya  berlangsung intrik  di parlemen, tetapi juga  berlangsung di


            masyarakat baw  Pertarungan   merupakan kelanjutan
   283   284   285   286   287   288   289   290   291   292   293