Page 34 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 34
22 Tri Chandra Aprianto
Sementara pilihan akhir studi ini, karena pada paruh awal
tahun 1970an, masyarakat perkebunan dikeluarkan dari tanah-
tanah perkebunan yang telah mereka garap. Setidaknya ada dua
cara pemaksaan yang dilakukan oleh rezim politik Orde Baru
terhadap masyarakat perkebunan, yaitu: (i) cara ideologi dan (ii)
cara represif. Aparatur ideologi Orde Baru mulai membangun
stigma anti pembangunan terhadap masyarakat perkebunan
yang tidak menerima kebijakan politik pemerintah. Bersamaan
dengan itu pula, aparatur represif dari pemerintah Orde Baru juga
melakukan tindakan kekerasan untuk mengeluarkan dan tidak
memperkenankan masyarakat perkebunan untuk menggarap tanah-
tanah perkebunan dengan cara mandiri.
Melalui dua cara tersebut rezim politik Orde Baru membangun
kerangka hegemoninya atas masyarakat. Cara-cara tersebut mengakhiri
partisipasi masyarakat dan representatif, dimana pada masa-masa
sebelumnya masyarakat perkebunan mendapatkan ruang yang lebar.
Peranan penyelenggara negara sangat dominan, sementara partisipasi
masyarakat menjadi didominasi. Rezim politik Orde Baru mereleksikan
diri sebagai negara yang kuat dan menghegemoni masyarakatnya,
62
sebuah perilaku seperti masa kolonial. Dengan demikian perkebunan
secara otomatis ditata kembali seperti pada era kolonial, dimana
masyarakat yang sebelumnya terlibat aktif dikeluarkan. Pembelahan
struktur sosialnya kembali antara pengelola perkebunan dengan buruh
perkebunan. Sekaligus ini merupakan tanda bagi hadirnya kembali
konlik-konlik agraria.
Pada lev lainnya periode ber wacana
pembangunan nasional dari reforma agraria berganti ke revolusi
hijau (green revolution Wacana secara jelas y
membicarakan permasalahan ketimpangan penguasaan tanah
62 Bandingkan dengan Benedict R.O.G. Anderson, ‘Old State, New Socety:
Indonesia’s New Order ini Comparative Historical Perspective’, Journal
of Asian Studies, Vol. XLII, No. 3. Mei 1988, hlm. 485-6