Page 62 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 62
50 Tri Chandra Aprianto
Akibat hadirnya investasi, tanah kemudian mendapat beban
yang berbeda dengan sebelumnya, berupa nilai ekonomis. Nilai
baru tersebut dirasa sebagai tantangan dan peluang bagi masyarakat
Jember untuk terlibat dalam arena perkebunan. Ditambah lagi
semangat masyarakat perkebunan Jember membudidayakan
tanaman perkebunan, khususnya tembakau semakin tinggi. Bahkan
masyarakat Jember juga mulai tergiur guna menyewakan tanahnya
dalam rangka dimanfaatkan oleh investor asing untuk memperluas
usaha perkebunannya, awalnya sewa tersebut berjangka waktu selama
satu sampai lima tahun. Sewa tersebut dilakukan kepada masyarakat
yang sudah tinggal di Jember, yang mayoritas para migran dari Pulau
Madura. Pada awal masa tanam paksa para migran ini berdatangan
35
dari Pulau Madura dan membuka hutan untuk tanah pertanian di
beberapa daer Jenggaw Ajung dan Rambipuji. 36
Guna memanfaatkan tanah-tanah milik penduduk lokal tersebut,
juga dalam rangka memperbesar dan mengembangkan usahanya,
maka para pengusaha perkebunan harus mengajukan permohonan
kepada pemerintahan negara kolonial untuk mendapatkan hak
opstal suatu hak sewa untuk bangunan atau
di atas tanah orang lain. Adapun alasan para pengusaha untuk
melakukan izin sewa persewaaan tanah setidaknya
sistem persewaan tanah dapat lebih
jaminan kepada perusahaan terhadap lahan yang dibutuhkan; dan
(ii) sistem persewaan dapat memberi peluang yang lebih luas kepada
perusahaan untuk menggunakan tanah dan melakukan pengawasan
teknis penanaman tembakau demi kualitas tembakau. 37
35 Untuk keterangan para penduduk pendatang dari Pulau Madura lihat
pada bab 1 pada foot note no. 69.
36 Lihat Jos Haid, Perlawanan Petani Jenggawah; Kasus Tanah Jenggawah
(Jakarta: LSPP dan Latin, 2001), hlm. 17-20.
37 S. Nawiyanto, ‘Perubahan Ekonomi di Jember Masa Kolonial,’ Prisma,
Nomor 9 Tahun 1996, hlm. 76.