Page 65 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 65
Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan 53
47
adalah sebuah konsesi dalam rangka eksploitasi terhadap tanah.
Kendati begitu untuk daerah Karesidenan Besuki, yang tidak
48
mengenal sistem apanage seperti daerah vorstenlanden, akan tetapi
hubungan pengusaha perkebunan dan masyarakat sekitar berjalan
49
seiring dalam mengembangkan perkebunan. Keberadaan berbagai
perusahaan perkebunan tersebut telah mengubah secara drastis
struktur agraria yang dalam prakteknya merugikan masyarakat
pribumi. 50
B. Perkebunan: Struktur Ekonomi Baru
Pengelolaan sumber-sumber agraria dengan menggunakan
sistem perkebunan juga mampu melahirkan struktur ekonomi baru.
Pada awalnya masyarakat petani agraris di Jawa dalam mengelola
tanahnya menggunakan sistem ekonomi kebun. Pengelolaan tanah
dengan sistem ini, adalah suatu kegiatan ekonomi yang merupakan
bagian dari sistem perekonomian pertanian tradisional. Dalam
sistem ekonomi pertanian tradisional, sistem ekonomi kebun
sering hanya sebagai usaha tambahan atau pelengkap dari suatu
kegiatan kehidupan pertanian pokok, terutama pertanian pangan
secara keseluruhan. Para petani memperoleh penghasilan utamanya
47 Cornelis van Vollenhoven, Orang Indonesia, hlm. 123-4.
48 Vorstenlanden adalah tanah atau wilayah bekas kerajaan (Mataram).
Istilah yang muncul sejak tahun 1799, yang berdasar pada Perjanjian
Giyanti (1755) dimana Kerajaan Mataram dibagi menjadi Kerajaan
Yogyakarta dan Surakarta. Sekaligus istilah ini digunakan untuk
membedakan dengan wilayah Jawa lainnya y
pemerintah kolonial. Lihat pada Suhartono, Apanage dan Bekel:
Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta 1830-1920ogyakarta: Tiara
(Y
Wacana,1991), hlm. 23.
49 Edy Burhan Ariin, “Emas hijau”, hlm. 57. Lihat juga Sartono Kartodirdjo
dan Djoko Suryo, Sejarah Perkebunan, hlm. 89.
50 Untuk kasus di Sumatera Timur bisa dilihat pada Karl J. Pelzer,
J
Sengketa Agraria: Pengusaha Perkebunan Melawan Petaniakarta:
(
Sinar Harapan, 1991), hlm. 41-4.