Page 72 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 72
60 Tri Chandra Aprianto
yang cukup luas bagi mandor tersebut. Dengan demikian jabatan
mandor merupakan jabatan yang banyak diharapkan oleh penduduk
68
setempat. Inilah yang menyebabkan banyak penduduk lokal yang
berbondong-bondong ingin menghadirkan orang-orang (keluarga)
dari Pulau Madura. Adapun yang dijanjikan adalah penghasilan yang
lebih baik ketimbang daerah asal, begitu juga tenaga kerja dari yang
dari wilayah Mataraman. 69
Pihak perusahaan perkebunan tembakau tidak hanya
membutuhkan tenaga kerja laki-laki tapi juga perempuan dan anak-
anak terlibat aktif dalam proses pembudidayaan tembakau. Tenaga
kerja perempuan dan anak-anak dibutuhkan oleh perusahaan
perkebunan tembakau guna dimanfaatkan bekerja di gudang-
gudang penyortiran, peragian, dan di gudang pengepakan. Namun
status tenaga kerja wanita dan anak-anak lebih sebagai tenaga kerja
musiman. Pada masa awal perkebunan di Jember, tenaga kerja jenis
ini memperoleh upah dari perusahaan berkisar antara f 0,30 sampai
f 0,55 setiap harinya. 70
Sementara itu, untuk tenaga kerja laki-laki dibutuhkan guna
membabat hutan dan tanah rawa untuk dijadikan
tembakau. Bagi tenaga kerja yang membuka hutan dan membenahi
tanah rawa guna perkebunan partikelir tidak memperoleh upah.
Mereka sebagai para pembuka hutan mendapatkan hak guna
menggarap tanah yang telah dibuka tersebut. Oleh karenanya pada
saat itu mereka bersaing untuk membuka tanah seluas-luasnya,
dengan harapan semakin banyak tanah yang dibuka semakin
banyak pula tanah garapannya. Inilah pangkal perbedaan klaim
kepenguasaan dan kepemilikan sumber-sumber agraria antara
pihak perkebunan dan masyarakat perkebunan selama berlangsung
68 Kort Overzicht van Oprichting, Bestaan, hlm. 11.
69 Edy Burhan Ariin, “Emas Hijau”, hlm. 100.
70 ANRI Besoeki, Algemeen Verslag van den Residentie Besoeki, 1889.