Page 76 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 76
64 Tri Chandra Aprianto
perkebunan, tidak dengan masyarakat pribumi. Tenaga kerja orang
Belanda tingkat kesejahteraan dan jaminan sosial jauh lebih tinggi
dari pada “bumi putera” yang tanpa kesejahteraan dan jaminan
sosial. 80
Kebijakan ini juga mendorong para pengusaha mulai
meninggalkan “bantuan” dari penduduk setempat guna mendapatkan
tenaga kerja. Kali ini para pengusaha perkebunan melakukan proses
mobilisasi tenaga kerja sendiri. Secara perlahan namun pasti dan
teratur hak masyarakat setempat atas tanah mulai tercerabut untuk
kepentingan perusahaan perkebunan milik Belanda. Paling tidak
dalam jangka pendek, kebijakan politik akan adanya perusahaan
perkebunan mampu “menghilangkan” otonomi ekonomi elite
pedesaaan yang menghidupkan komunalisme. Pada tingkat yang
lain, praktek kerjanya melemahkan kemandirian penduduk lokal
dalam berusaha. Kendati begitu, elite pedesaan mendapat imbalan
hak istimewa berupa imbalan bantuan dan mulai mengenal uang
81
tunai serta akses terhadap tanah-tanah pemerintah. Akan tetapi hal
itu merugikan rakyat pada umumnya. Setidaknya telah terjadi proses
perubahan struktural di Jember menjadi masyarakat perkebunan.
Di samping itu para pengusaha perkebunan juga mulai
memperkuat dirinya dalam bentuk organisasi perkebunan bersama.
Ini dilakukan selain dalam rangka untuk mengatasi adanya
persaingan antar pengusaha, sekaligus juga menghadapi masalah
perburuhan. Tujuan lainnya adalah untuk penguatan keberadaan
perusahaan perkebunan wilayah neg Per
or Jawa Timur didirikan pertama kalinya K
pada tahun 1889 dengan nama Kedirische Landbouw Vereeniging,
menyusul kemudian di Malang pada tahun 1893 dengan nama
Vereeniging van Malangsche Koieplanters yang pada tahun 1904
,
80 R. Broersma, Besoeki, hlm. 23.
81 Jan C. Breman, Menjinakkan Sang Kuli (Jakarta: KITLV, 1997), hlm. 16.