Page 92 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 92
80 Tri Chandra Aprianto
daerah perkebunan hingga ke selatan dan barat Jember. Dengan
demikian tanah-tanah penghasil tanaman perkebunan telah
tersambung satu-sama lain dengan rel kereta api.
Demikianlah, proses percepatan migrasi tanaman perkebunan
tembakau, gula dan karet melalui rel kereta api dari Jember dan
Bondowoso ke Pelabuhan P D Pelabuhan P
tersebut kemudian berbagai tanaman perkebunan tersebut
khususnya tembakau diangkut kapal menyeberang lautan menuju
Roterdam atau pasar internasional lainnya. Keberadaan rel kereta
api ini pada dasarnya merupakan penghubung antara Pelabuhan
Panarukan dengan daerah pedalamannya, Jember. Jember menjadi
wilayah pedalaman y mengirimkan sumber-
agrarianya ke wilayah merupakan sarana alir
hasil eksploitasi sumber-sumber daya alam perkebunan seperti
tembakau, kakao, kopi, tebu (gula) dan lain-lain dari daerah Jember,
Bondowoso, dan Situbondo. Aliran itu bermuara pada Pelabuhan
Panarukan sebagai feeder points bagi pelabuhan di Tabanan
(Bali) sebagai collecting center. Pada akhirnya semua komoditas
perkebunan tersebut dikapalkan ke pasar-pasar internasional
pelabuhan Erop bawah bisa dilihat
bagaimana posisi rel kereta api selalu berujung pada kota pelabuhan.
Surplus akibat melimpahnya usaha perkebunan dan
berkembangnya kota perkebunan beberapa kota wilay
belakang segera di respon oleh Pelabuhan Panarukan. 119 Perlahan
namun pasti Panarukan kemudian hadir dalam bentuk kota
kabupaten. Seperti tuntutan dari gerak sejarah yang terus
berkembang, Panarukan kemudian menjadi pusat pemerintahan
119 Pelabuhan Panarukan bukan merupakan struktur “mati”, namun
sebuah struktur yang “hidup” dan “berdialog” dengan berbagai struktur
yang lainnya. Pelabuhan Panarukan ada karena sebagai penghubung
daerah pedalaman dan seberang lautan. Pemahaman ini merujuk pada
Fernand Braudel, The Mediterranean and the Mediterranean World in
the Age of Philip II (University of California Press,1995).