Page 32 - SEJARAH PERLAWANAN TERHADAP IMPREALISME DAN KOLOLISME DI DAERAH SULAWESI TENGGARA
P. 32
Lamangga sekarang), pasukan manrur Belanda telah
mengepung istana tersebut. Brugmans menegaskan bahwa
apabila Sultan Muh. Asikin tidak bersedia menandatangani
perjanjian baru itu, maka pihak Belanda akan mencalonkan
Sultan baru yang akan bersedia membuat perjanjian baru
dengan Belanda. Caton dimaksud ialah Achmad Maktubu
yang sementara itu merupakan saingan berat bagi Muh.
Asikin.
Akhirnya Korte Verkelaring ditandatangani juga oleh
Sultan Muh. Asikin pada tanggal 8 April 1906 di atas kapal
de Ruyter yang sementara itu berlabuh di pelabuhan Buton.
Orang-orang meriwayatkan bahwa sebelum penanda-
tanganan perjanjian itu, Muh. Asikin berkata dengan penuh
emosi;
"Kasaina mia maputi ane inda kuparabelakapea iaku
tanasiy kasimpo mo asoroi pasi." (Celakanya orang putih,
nanti setelah saya menjadi parabela (pemimpin) di negeri ini,
barulah menabrak karang).
Dengan keluhan-keluhan Sultan ini, maka seorang menteri
besarnya yaitu Mafaa berkata sebagai berikut :
" Soa tekeno randana aeta dampo mini abaru olinci''.
(Biarlah tuanku Sultan membubuhkan tanda tanganmu, kelak
nan ti ekor akan membelit).
Ini berarti bahwa mereka hanya dengan terpaksa menanda-
tangani perjanjian itu, namun kelak mereka akan meng-
ingkarinya.
Setelah penadatanganan perjanjian itu, Belanda secara
yuridis formilnya resmi menguasai wilayah Kerajaan Buton,
Brugmans kembali ke Ujung Pandang dengan membawa hasil
yang gemilang.
Akan tetapi beberapa hari kemudian, Muh. Asikin
menyatakan bahwa Kerajaan Buton tidak terikat samasekali
dengan perjanjian yang telah ditandatanganinya secara ter-
paksa.
Sebagai akibat dari pernyataan ini, maka pada tanggal
26 April 1906, Brugmans datang kembali ke Buton dengan
23