Page 33 - SEJARAH PERLAWANAN TERHADAP IMPREALISME DAN KOLOLISME DI DAERAH SULAWESI TENGGARA
P. 33
kapal de Ruyter beserta pasukannya yang lebih besar jumlah-
nya.
Sekali lagi Brugmans memaksakan Sultan Muh. Asik.in
untuk mentaati isi perjanjian 8 April 1906. Kali ini Brugmans
mengancam Sultan dengan menyatakan bahwa pihak Belanda
telah siap menyerang.
Karena persiapan perlawanan Buton selama itu belum
matang, maka Sultan Muh. Asikin terpaksa menerima
kembali perjanjian 8 April 1906 itu dengan maksud meluang-
kan waktu persiapan mereka. Falsafah ekor akan membelit
sudah merupakan suatu amanah yang sewaktu-waktu akan
menjadi kenyataan.
Sebagian masyarakat Buton yang kurang mengerti akan
maksud yang terkandung dalam hati Sultan ini menganggap
bahwa Sultan Muh. Asikin telah menghianati kerajaan karena
menyerahkan Buton ke tangan imperialisme Belanda. Akan
tetapi pihak bangsawan Tapi-Tapi justeru lebih memperkuat
tekad perjuangannya untuk mempelopori suatu gerakan
menentang Belanda di Buton.
Mereka secara diam-diam menyusun kekuatan pasukan
kerajaan serta memantapkan rencana perlawanan terhadap
Belanda. Karena gerakan bawah tanah ini bertujuan untuk
mengusir Belanda dari wilayah Kerajaan Buton, maka akhir-
nya golongan-golongan bangsawan lainpun turut memberikan
dukungannya. Rakyat Buton bertekad hidup atau mati ber-
sama Sultan.
Mereka semua menyadari bahwa masalah Buton bukan-
lah masalah Muh. Asik.in pribadi, tetapi menyangkut kese-
luruhan masyarakat Buton yang senasib dan sepenanggungan.
Maka terbentuklah suatu kesatuan dalam perjuangan membela
tanah air mereka.
Pimpinan gerakan ini ialah La Ode Boha. Dengan
mendapatkan dukungan dari tokoh-tokoh pejuang seperti;
La Ode Amane, La Ode Pendanca, La Ode Hadi, Ma Zai, La
Ode Mane Bulaega, La Ode Kode, La Ode Sijai, serta seluruh
lapisan masyarakat Buton, maka semangat perjuangan mereka
menjadi besar.
24