Page 39 - SEJARAH PERLAWANAN TERHADAP IMPREALISME DAN KOLOLISME DI DAERAH SULAWESI TENGGARA
P. 39
meninggalnya diberi gelar kehormatan Sangia Nil em ba (Raja
11
yang diusung. )
Beliau mempunyai seorang saudara perempuan yang bernama
Eke yang kemudian ikut mempelopori perjuangan mengusir
9
Belanda. ) ~
Beliau lahir di saat-saat memuncaknya pertikaian politik
di Kerajaan Moronene. Masing-masing penguasa daerah sebagai
pimpinan kerajaan-kerajaan kecil dalam tubuh Kerajaan Moro-
nene saling bentrok. Orang-orang luar dapat mengetahui dengan
jelas kelemahan politik Kerajaan Moronene di saat itu. Terlebih-
lebih bagi pemerintah Belanda yang telah lama mengintai keraja-
an itu, senantiasa menantikan waktu yang baik untuk
menguasainya.
Pada tahun 1906 Sangia Dowo diangkat menjadi raja Polea
di Toburi. Melihat situasi tanah air yang selama itu sedang ter-
ancam oleh Imperialisme Belanda, ia berusaha mempersatukan
kembali kekuatan dalam wilayah Kerajaan Moronene. Dengan
falsafah "Kita harus bersatu karena asal kita satu," Sangia
Dowo dapat berhasil menjalin kesatuan dari ketiga kerajaan
kecil yang saling cekcok itu.
Sementara itu Kerajaan Bone dan Kerajaan Buton sudah
dalam kekuasaan Belanda. Kini tiba gilirannya Kerajaan Moro-
nene, Kerajaan Konawe dan Kerajaan Mekongga, akan menjadi
sasaran penguasaan Belanda.
a. Latar Belakang Perlawanan
Sebelum pemerintahan Sangia Dowo pada tahun 1906,
telah diadakan suatu perjanjian rahasia dengan pihak Belanda
yang ditandatangani bersama oleh Sangia Ngkinale di pihak
Moronene dan Pendeta GC Storm atas nama Pemerintah
Belanda. Perjanjian kerja sama tersebut sangat dirahasiakan
oleh Sangia Ngkinale, karena jelas tidak akan didukung
oleh penguasa-penguasa daerah lainnya. Akibatnya, Pemerin-
tah Belanda menganggap Sangia (Raja) Moronene telah
mengingkari isi perjanjian mereka. Bahkan menduga Sangia
Dowo sebagai pelopor pemberontak di Kerajaan itu.
30