Page 42 - SEJARAH PERLAWANAN TERHADAP IMPREALISME DAN KOLOLISME DI DAERAH SULAWESI TENGGARA
P. 42

Dalam  suasana  yang  demikian  itu  De  Jonge,  melanjut-
              kan  terus  siasatnya  yaitu  mengutus  seorang  juru  bahasanya
              datang  menghadap raja untuk minta berdamai dan berunding.
              Untuk  perundingan  tersebut  pihak  Belanda  meminta  agar
              diselenggarakan di luar kota yaitu di  Labu-A.
                   Perrnintaan  De  Jonge  ini  diterima  baik  oleh  Sangia
              Dowo  karena  tempat  yang  ditawarkan  itu  masih  termasuk
              wilayah  Kerajaan  Polea.  Sangia  Dowo  dengan  dikawal  oleh
               I 7  orang  tamalaki (ksatria)  pilihan,  berangkat  menuju  Labu-
              A  un tuk  berunding.  Demikian  pula Kapten  De Jonge dengan
              dikawal  oleh  beberapa  orang  anak  buahnya  menuju  ke  tem-
              pat  perundingan,  sementara  pasukan  Belanda lainnya berang-
              kat ke  BoEpinang menunggu selesainya perundingan itu.
                   Selama  18  hari  mereka  berunding,  Kapten  De  Jonge
              memperlihatkan  keramahan  dan  kejujurannya.  Sebagai  se-
              orang  raja  yang  kesatria.  Sangia Dowo  mempercayai  pri-laku
              De 1 onge yang munafik  itu.
                   Pada  waktu  perundingan  sudah  beberapa  hari  berlang-
              sung,  di  suatu  perjamuan  makan  bersama,  De  Jonge  meme-
              rintahkan  salah  seorang  pengawalnya  untuk  membubuhi
              racun  dalam makanan Sangia Dowo. Tanpa curiga sedikitpun,
              Sangia  Dowo  memakan  hidangan  yang  telah  disiapkan
              baginya.  Seketika itu juga raja Polea  itu kehilangan  keseim-
              bangan.  Ia  menyadari  bahwa  ia  telah  diracun  oleh  Belanda
              yang  munafik  itu.  Sebelum  raja  menghembuskan  napasnya
              yang  penghabisan,  beliau masih sempat mengucapkan sesuatu
              pernyataan  sifat  patriotiknya "Mati adalah  soal  biasa,  tetapi
              munafik  itu hukumnya dosa. Mati adalah pilihan seorang pah-
              lawan  yang  mencintai  tanah  airnya."  Meskipun  aku  telah
              mati  karena  tipu  muslihatmu,  namun  jiwaku  tetap  hidup
              dan melawan bangsamu."
                   Perundingan    bubar   sebelum    waktunya.   Rakyat
              berkabung  mendendam  sukma.  Para  pemimpin  pasukan
              lainnya  bertekad  bulat  untuk  meneruskan  perjuangan
              pahlawan  yang  mereka  kagumi  itu.  Jenazahnya  diusung
              pulang  ke  istana  peraduannya  dan  dimakamkan  secara


                                                                      33
   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47