Page 84 - SEJARAH PERLAWANAN TERHADAP IMPREALISME DAN KOLOLISME DI DAERAH SULAWESI TENGGARA
P. 84

orang  Belanda   ke  negerinya.  Sikapnya  itu  diterima  Belanda
          sebagai  penghinaan  terhadap  Kompeni  dan  tidak  menyenangkan
          bagi  Sultan  Buton  yang  telah  menandatangani  perjanjian  ber-
          sahabat  dengan  Belanda.  Dengan  demikian  La  Ode  Kaindea
          terpaksa  bertentangan  dan  bertolak belakang dengan  Buton, ha!
          mana  merupakan  peluang  baik  bagi  Belanda  untuk  menghukum
          raja Muna.
               Pertentangan  antara  Buton  dan  Muna  kemudian  menjadi
          ketegangan  yang  sangat  meruncing,  setelah  La  Ode Kindea  mem-
          batalkan  perkawinannya  dengan  Wa  Ode  Sope  puteri  Sapati
          Baluwu  yang  direstui  Sultan  Buton,  lalu  mengawinkan  Wa  Ode
          Wakelu  yang  tidak  direstui  &I !tan.  Sultan  Buton  merasa  diper-
          malukan  oleh  Muna  dan  merupakan suatu ha! yang dianggap tidak
          wajar.  Dengan  kejadian  itu  Sultan  Buton  meminta  bantuan  dari
          sahabatny.a  yaitu  Belanda  agar  dapat  menyingkirkan  La  Ode
          Kaindea.
               Pada  tahun  1652  ekspedisi  Belanda  yang  dipimpin  oleh  De
          Flaming  tiba  di  Buton  bersama  dengan  Sultan  Ternate  Man-
          darsyah.  Segeralah  direncanakan  siasat  untuk  mengasingkan  La
          Ode Kainde.  Siasat  tersebut tidak diketahui oleh  La Ode Kaindea,
          sehingga  beliau  berkenan  menerima  penjemputan  berkunjung  ke
          Buton.  Ternyata  setelah  La  Ode  Kaindea  berada  di  atas  kapal,
          pelayaran   Jangsung  ditujukan  ke  Ternate.  Di  sanalah  La  Ode
          Kaindea  diasingkan  sebagai  hukumannya  dari  Buton  dan  V.O.C.
          Belanda.  Dalam   peristiwa   pengasingan  La  Ode  Kaindea  itu
          pelabuhan  Lohia  (Ghai)  menjadi  tempat  bersejarah,  karena  dari
          sinilah raja Muna tersebut dijemput dan dibawa  ke Ternate.

               Tiga  tahun  kemudian  yaitu  pada  tahun  1655,  La  Ode
          Kaindea  dikenbalikan  ke  Muna  sebagai  hasil kemampuan isterinya
          (Wa  Ode  Wakelu)  berdiplomasi  terhadap  Sultan  Buton dan  pihak
          Kompeni  (V.0 .C.).  Setibanya  di  Muna,  La Ode Kaindea  kembali
          memangku  jabatannya  dan  menjalankan  pemerintahan  kerajaan
          Muna,  yang  selama  beilau  diperasingan  telah  dijalankan  oleh per-
          maisuri W a Ode W akelu.
               Oleh  karena  rasa  dendamnya  sangat  mendalam  terhadap
          Kompeni  Belanda  dan  Buton,  maka  setelah ia memangku jabatan-


                                                                      75
   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88   89