Page 24 - (New Flip) Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
P. 24
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
kurang pentingnya—yang paling mudah pula tergelincir ke dalam
konflik internal.
Pengalaman yang keras kadang-kadang bisa juga memancing
perdebatan seru di saat pola pertahanan bangsa hendak dirumuskan.
Tingkat keterlibatan masyarakat dan corak pengalaman dalam
pergerakan kebangsaan yang semakin menaik sejak awal 1920-an dan
mengalami tekanan politik rust en orde yang teramat konservatif sejak
pertengahan tahun 1930-an, boleh dikatakan sebagai sebuah faktor
yang ikut menentukan corak situasi perlawanan ketika tantangan dari
hasrat kemerdekaan telah datang. Keragaman ideologi yang sempat
dialami tidak pula jarang ditampilkan sebagai pendorong intensitas
aktivitas, pemilihan corak strategi perjuangan, dan bahkan penentu
tingkat keberhasilan dalam penggalangan semangat revolusi. Begitu
halnya di berbagai daerah dan demikian pula yang terjadi di pusat
pemerintahan Republik Indonesia.
Tan Malaka dengan Persatuan Perjuangan, yang bersemboyan
berunding berdasarkan pengakuan ―100 persen kemerdekaan‖
memang tidak berhasil menjatuhkan Perdana Menteri Sjahrir, yang
didukung Sukarno-Hatta, tetapi pengaruhnya menyebabkan
penggantian residen (kepala pemerintahan keresidenan—bagian dari
propinsi) harus dilakukan di Sumatra Barat. Tidaklah terlalu
mengherankan kalau suasana politik internal bangsa di daerah
keresidenan Sumatra Barat adalah pula refleksi dari suasana ibukota
Republik Indonesia, yang sejak awal Januari 1946 telah pindah ke
Yogyakarta.
Corak dari suasana revolusioner dan bahkan tingkat perbenturan
politik internal ketika musuh akan atau bahkan sedang dihadapi
ternyata dipengaruhi juga oleh tingkat keterlibatan pemuda dalam
berbagai organisasi—mula-mula bersifat pertahanan sipil, demi ―Asia
Timur Raya‖, kemudian semakin bercorak kemiliteran murni. Hampir
tanpa kecuali pemuda adalah golongan masyarakat yang paling awal
memberikan reaksi pada setiap berita politik yang sampai di daerah.
Begitulah halnya ketika berita kekalahan Jepang diterima dan terlebih
lagi di saat kabar Proklamasi Kemerdekaan telah pula diketahui. Seketika
berita ini diterima, maka di waktu itu para pemuda mulai bertindak.
Tetapi ternyata juga mereka lebih suka mempercayakan kepemimpinan
administratif pada para tokoh daerah yang telah punya nama dalam
12