Page 27 - (New Flip) Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
P. 27
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
dihadapi. Dalam sistem kenangan bangsa, revolusi nasional adalah
masa ketika cita-cita luhur yang telah sekian lama dipupuk ingin
diwujudkan tanpa kompromi dalam realitas kesekarangan. Kesemuanya
terangkul dalam kesatuan ingatan kesejarahan yang bersifat romantis
dan membanggakan. Jadi bisa jugalah dipahami kalau Presiden Sukarno
lebih dulu memperkenalkan sistem wacana, discourse, yang
memantulkan suasana serba-revolusioner sebelum akhirnya mendirikan
sistem pemerintahan yang disebutnya ―Demokrasi Terpimpin‖. Hanya
saja, jika rentetan peristiwa yang telah menciptakan suatu gambaran
dari realitas sejarah hendak dikaji lagi, maka tampaklah betapa di masa
revolusi nasional itu Indonesia bukan hanya dipersatukan oleh hasrat
nasionalisme—suatu hasrat yang ternyata tidak pula selamanya
dibimbing oleh impian yang sama dan harapan yang sejalan. Nasib
yang dialami Sumatra dan Jawa (dan Madura) di masa revolusi
ternyata berbeda dengan daerah-daerah lain di persada tanah air ini.
Belum sempat penduduk di daerah-daerah di belahan Timur
kepulauan Indonesia menyadari terjadinya peristiwa historis yang telah
sekian lama dinyanyikan para nasionalis, bala tentara Sekutu dan
kemudian Belanda telah menduduki wilayah mereka. Dr. Ratulangi yang
baru saja sampai di Makasar untuk memulai tugas kenegaraan sebagai
Gubernur dari propinsi Sulawesi, seperti dengan begitu saja ditangkap
Belanda. Putra kebanggaan Minahasa hanya sempat mengerjakan
beberapa hal yang dianggapnya strategis bagi kelanjutan pemerintahan
Republik Indonesia sebelum ia dengan begitu saja ditangkap dan
diasingkan ke Papua. Ratulangi adalah pejabat penting Republik
pertama yang ditawan dan dibuang—bukan di masa penjajahan, tetapi
di saat ketika ia telah menjabat kedudukan tertinggi di sebuah propinsi
Republik Indonesia.
Maka begitulah sebuah perbedaan pengalaman historis yang
keras antara Indonesia bagian Barat dan Timur seperti telah terbentang
begitu saja. Jika tokoh-tokoh perjuangan di Jawa dan Sumatra bisa
berkata bahwa mereka berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan,
maka para pemimpin bangsa di belahan Timur seakan-akan diharuskan
untuk berkata bahwa mereka memimpin perjuangan untuk merebut
kemerdekaan. Di mata pemerintah kolonial Belanda, yang kemudian
berhasil mendirikan Negara Indonesia Timur, para pemimpin ini tidak
lebih daripada pemberontak. Karena itulah pembersihan besar-besaran
biasa pula dilakukan. Sampai kini pun kehadiran dan aktivitas kapten
15