Page 26 - (New Flip) Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
P. 26
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
pemimpin pergerakan kebangsaan, baik lokal dan, apalagi, nasional,
adalah hasil pendidikan modern, apapun mungkin kecenderungan
ideologi politik dan orientasi kultural mereka? Rasa hayat nasionalisme
tumbuh di saat mereka mulai merasakan ketidakpantasan kultural
dalam konteks ―Hindia Belanda‖. Jika saja Indonesia
Menggugat/Indonesia klaagt aan (1930) pidato pledoi Bung Karno di
pengadilan Bandung dan Indonesia Merdeka/Indonesia Vrij (1928)
pidato pembelaan Bung Hatta di pengadilan Den Haag sempat dibaca,
maka tampaklah betapa pelajaran sejarah yang bersifat Neerlando-
sentris— yaitu uraian kesejarahan yang menyepelekan kehadiran,
jangankan peranan, anak bangsa—adalah kecenderungan akademis
yang dengan keras menggugah kesadaran mereka. Mengapa tanah air
kita hanya dijadikan sebagai panggung tanpa keikutsertaan yang berarti
dari anak bangsa? Tetapi seandainya pengalaman yang dilalui daerah-
daerah di masa awal revolusi diperhatikan, maka tampaklah betapa
corak dan bahkan intensitas pergerakan kebangsaan dan gelora revolusi
yang mereka alami dipengaruhi oleh pengetahuan akan kesamaan
nasib sebangsa dan ingatan kolektif tentang hubungan dan ikatan
dengan daerah dan kesatuan etnis dari masyarakat sebangsa.
Di samping pemakaian bahasa Indonesia dan tingkat
keterlibatan dalam berbagai corak organisasi-massa kebangsaan,
ternyatalah ―faktor yang lain‖ ini, yaitu kehadiran dan aktivitas para
perantau—mereka yang berasal dari daerah lain—mempunyai dampak
yang cukup penting juga. Bukan saja ide dan rasa ke-Indonesia-an
dengan serta merta bisa meniadakan atau setidaknya memperkecil rasa
keterasingan, kehadiran mereka berfungsi juga sebagai rantai
penghubung dengan daerah lain. Karena itulah nyaris tanpa kecuali
setiap daerah menjadikan intelektual perantau sebagai bagian dalam
sistem kepemimpinan. Bahkan di beberapa daerah ada juga di antara
para perantau, yang telah merasakan diri dan dirasakan masyarakat
sebagai ―putra daerah‖, bisa tampil sebagai pemimpin utama. Konflik
kepemimpinan internal sedaerah yang tidak terselesaikan tidak jarang
pula memberi kesempatan bagi perantau ini untuk ditampilkan sebagai
pemimpin dan sekaligus sebagai faktor penengah.
Maka ternyatalah revolusi nasional adalah pula masa ketika
segala faktor pendukung yang telah disebut di atas saling menemukan.
Intensitas pertemuan ini semakin menaik sejalan dengan tingkat dan
corak ancaman, baik dari luar, bahkan maupun dari dalam, telah harus
14