Page 25 - (New Flip) Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
P. 25
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
pergerakan kebangsaan. Ada kalanya, memang, semangat perjuangan
harus mengalah pada kearifan. Seketika semangat yang menggebu-
gebu didampingi kesabaran yang telah mengendur, maka tidak jarang
konflik sosial yang berdarah seakan-akan tampil begitu saja, seakan-
akan memang begitulah keharusan revolusi. Karena itu, mestikah
diherankan kalau dalam tradisi rasa kebahasaan dalam sejarah
Indonesia, kata ―pemuda‖ sering dengan begitu saja di-sinonim-kan
dengan kata ‖revolusioner‖? Tidaklah pula terlalu sukar untuk
memahami mengapa pemuda adalah pula golongan sosial yang
pertama menjadi korban revolusi, meskipun tidak selamanya di medan
pertempuran dan bukan pula di saat tentara kolonial telah melakukan
agresi militer.
Faktor ketiga yang ikut menentukan irama revolusi nasional—di
samping pengalaman dalam pergerakan politik kebangsaan dan
keterlibatan pemuda dalam berbagai corak organisasi—ialah
pengalaman serta keluasan dari penyebaran kebudayaan-cetak (print-
culture), baik surat kabar ataupun majalah, di kalangan masyarakat.
Keterlibatan yang relatif lebih awal dan intens dari masyarakat Sumatra
Barat dalam gejolak dinamika revolusi dibandingkan dengan wilayah
lain di Sumatra, atau bahkan Indonesia umumnya, antara lain
dipengaruhi oleh kedua hal ini. Sejak akhir abad 19 dan semakin menaik
pada awal abad 20 dan apalagi setelah Sumatra Barat berada dalam
suasana perdebatan intelektual dan agama yang intens sejak tahun
1910-an, surat kabar dan organisasi sukarela telah memainkan peran
sosial yang penting dalam gejolak dinamika sosial. Kebudayaan-cetak
bukan saja merelatifkan jarak geografis dan waktu tetapi juga
memungkinkan terjadinya penyampaian berita dan pemikiran tanpa
hambatan yang berarti. Karena itu, bisa jugalah dimaklumi kalau
kemudian—sebelum Sumatra dibagi atas tiga propinsi—Gubernur
Sumatra menjadikan kota Bukittinggi sebagai pusat kegiatan.
Di samping ketiga hal ini, tingkat penyebaran pendidikan
modern dan keluasan daya jangkau pemakaian bahasa Indonesia di
kota-kota tentu saja adalah pula sebuah faktor yang tidak bisa
dilupakan. Penerbitan buku-buku sastra yang memakai berbagai corak
bahasa Melayu, mulai dari yang disebut klasik sampai pasaran dan
kemudian sastra Indonesia modern, langsung ataupun tidak ikut
mempengaruhi proses tumbuhnya rasa-hayat persatuan bangsa.
Demikian pula halnya dengan pendidikan modern. Bukankah semua
13