Page 111 - Educational HYpnosis
P. 111
Educational Hypnosis (2018)
Free Ebook by Zainurrahman, S.S., M.Pd., CHt.
Zonahypnosis.wordpress.com
prematur dalam menjustifikasi seorang siswa mengalami ketidakmampuan
belajar. Bandler menyebutkan bahwa sebagian besar pakar atau guru
sangat mudah memvonis siswa ketimbang guru sendiri (oleh karena itu
tidak pernah ada istilah teaching disability). Bandler melanjutkan, sebagian
orang yang tidak tahu bagaimana merubah sesuatu maka mereka sering
mulai mencari objek justifikasi mereka ketimbang mencari jalan lain
(bersifat fleksibel dan memiliki banyak pilihan, yang merupakan salah satu
prinsip NLP). Contoh-contoh yang disampaikan oleh Bandler
mengimplikasikan bahwa seorang siswa yang “tidak mampu” belajar
sesuatu pada dasarnya tidak mempelajari sesuatu itu. Hal ini sangat
dipengaruhi oleh bagaimana cara pelajaran itu disajikan oleh guru. Otak
manusia, menurut Bandler, lebih canggih dan lebih kompleks dari alat
elektronik yang jika salah satu komponennya bermasalah akan
memengaruhi totalitas performa alat tersebut. Otak manusia memiliki
kemampuan beradaptasi, namun proses adaptasi ini membutuhkan
stimulus yang tepat dan bervariasi. Dengan cara yang tepat, siswa dapat
terbantukan dalam belajar (sehingga pembelajaran dapat terjadi, bukan
karena mereka tidak mampu belajar!). NLP tidak mengklaim dapat
menormalkan fungsi-fungsi yang cacat secara fisik, namun NLP
mempertanyakan validitas justifikasi learning disability yang dialami oleh
siswa. Bahkan, Bandler menyebutkan, jangan-jangan bukan learning
disability yang sedang dihadapi, tetapi justru teaching dysfunction.
- Penggunaan obat-obatan: hal ini mungkin tidak terjadi di sekolah-sekolah
di Indonesia, tetapi salah satu kisah Bandler saat beliau berkunjung di
beberapa sekolah beliau menemukan adanya penggunaan Ritalin bagi
siswa-siswa yang hiperaktif (tidak bisa diam). Meskipun di sekolah-sekolah
di Indonesia tidak menggunakan Ritalin bagi siswa-siswa yang hiperaktif,
para guru (dan dosen) seringkali merasa “terganggu” dengan pembawaan
siswa yang hiperaktif. Kita sering memerintahkan siswa untuk duduk, diam,
bahkan tidak bergerak agar mereka dapat belajar. Kita sama-sama tahu
bahwa perintah duduk, diam, tidak bergerak, bahkan terkurung di dalam
sebuah ruangan, dan harus mendengarkan ceramah sama halnya dengan
menjadikan kelas seperti penjara. Sebenarnya, kita menempatkan para
siswa di posisi tersebut. Bagaimana bisa sekolah-sekolah kita ingin siswa
menikmati pembelajaran sementara itu mereka diposisikan seperti tahanan
di dalam penjara? Bandler mengklaim bahwa masalah siswa hiperaktif ini
dapat diatasi dengan model komunikasi NLP. Di sisi lain, jika pikiran dan
tubuh saling terkait dan bahkan tidak terpisahkan, maka pergerakan fisik
seharusnya dapat dimanfaatkan demi tujuan pembelajaran. Maka ini
sebenarnya tentang se-kreatif apa seorang guru dapat mengelola
pembelajaran di kelasnya, tidak menjadikan kelasnya kaku dan “menyiksa”.
104