Page 91 - Educational HYpnosis
P. 91
Educational Hypnosis (2018)
Free Ebook by Zainurrahman, S.S., M.Pd., CHt.
Zonahypnosis.wordpress.com
Implikatur dapat diartikan sebagai “cara lain untuk menyampaikan sesuatu”
yakni dengan cara tidak langsung. Suatu ketika Anda menanyakan pada salah
satu siswa Anda “Mengapa tugas kamu tidak diselesaikan?” siswa Anda mungkin
tidak memberikan respons langsung terhadap pertanyaan Anda, yakni tidak
memberikan alasan mengapa tugasnya tidak diselesaikan. Malahan, siswa
tersebut berkata “Saya minta tambahan waktu, Pak!” dan jawaban ini secara tidak
langsung memberikan alasan bahwa “Saya kehabisan waktu dalam menyelesaikan
tugas tersebut” atau “waktu yang Anda berikan terlalu singkat” dan sebagainya.
Contoh-contoh “pelanggaran” maksim di atas adalah contoh kurangnya
kerjasama antara para komunikator namun ternyata tidak selalu menyebabkan
komunikasi menjadi tidak efektif. Mungkin satu-satunya maksim yang tidak dapat
dilanggar adalah maksim quality karena memberikan informasi yang tidak benar
seringkali berkonsekuensi buruk terutama dalam komunikasi yang bersifat
edukatif. Jika demikian, maka untuk apa maksim-maksim di atas harus ada?
Karena kerjasama antara komunikator adalah hal yang sangat penting dalam
komunikasi jika kita tidak ingin terjadi kesalahpahaman. Maksim-maksim di atas
sangat menghargai perbedaan latar-belakang para komunikator dan oleh
karenanya norma-norma tersebut digunakan agar informasi yang disampaikan
benar-benar dapat diterima oleh sebagian besar komunikator yang memiliki latar
belakang yang berbeda-beda itu. Alasan lainnya adalah, bahwasanya kita tidak
dapat menjamin bahwa implikatur yang kita ciptakan dapat dipahami oleh lawan
komunikasi kita.
Di dalam banyak kesempatan, mayoritas pendidik (terutama dosen)
bersikap acuh tak acuh terhadap kompetensi komunikasi peserta didik (terutama
mahasiswa). Secara tidak langsung, seorang dosen bisa saja “memaksa”
mahasiswa untuk memahami informasi yang diberikan namun karena beberapa
alasan mahasiswa tidak mampu memahami apa yang disampaikan oleh dosen.
Sebenarnya, mahasiswa-mahasiswa adalah individu yang cerdas atau
setidaknya mampu menjadi cerdas. Otak manusia didesain untuk memahami
dunia, termasuk informasi yang diberikan di depan kelas. Namun cara seorang
dosen menyampaikan informasinya sangat memengaruhi proses dan produk
pemahaman mahasiswa terhadap informasi tersebut. Kebanyakan mahasiswa
tidak menggubris informasi karena adanya perbedaan antara pola penyampaian
informasi dari dosen dan pola kebiasaan individunya dalam menerima informasi.
Misalnya, dosen tidak dapat berasumsi bahwa suatu istilah yang digunakan di
dalam suatu informasi sudah dipahami oleh mahasiswa. Dosen harus
memperkenalkan istilah tersebut baik sebelum maupun ketika sedang
menggunakan istilah tertentu. Saat para mahasiswa menghadapi istilah yang tidak
familiar, maka akan tercipta gap di dalam pikiran mereka dan ini memicu emosi
tertentu.
84