Page 95 - Educational HYpnosis
P. 95
Educational Hypnosis (2018)
Free Ebook by Zainurrahman, S.S., M.Pd., CHt.
Zonahypnosis.wordpress.com
juga turut membangun model komunikasi ini), mari kita lihat sejenak apakah dan
bagaimanakah NLP digunakan di dalam konteks pendidikan atau pembelajaran.
4.3.2.1. Landasan Pemahaman NLP
Neuro-Linguistic Programming, disingkat NLP, terdiri dari kata neuro, linguistic,
dan programming. Holley (2000) menyebutkan neuro sebagai pemahaman
bagaimana otak bekerja, linguistic sebagai keterampilan berbahasa yang
digunakan, dan programming sebagai pola-pola perilaku. Sementara itu, Ready &
Burton (2010), ketika menuliskan buku neuro-linguistic programming khusus bagi
orang awam, menyebutkan bahwa neuro adalah sistem saraf yang memengaruhi
fisiologi, emosi, dan perilaku. Sementara itu, linguistic mereka sebutkan sebagai
cara kita menggunakan bahasa (verbal & non-verbal) dalam memberikan makna
terhadap dunia, menangkap dan memahami pengalaman, dan
mengkomunikasikan pengalaman-pengalaman tersebut kepada orang lain. Mereka
kemudian menyebutkan bahwa programming menyangkut upaya memberikan
makna baru yang memengaruhi dan dipengaruhi oleh pola pikir terhadap suatu
pengalaman agar dapat mencapai suatu kemajuan atau perubahan perilaku.
Dengan demikian, adalah tidak berlebihan jika kita menyimpulkan bahwa NLP
merupakan model komunikasi yang bertumpu pada tiga landasan. Pertama, fungsi
saraf otak yang terhubung pada sensory input kita sebagai pintu masuk informasi
atau pengalaman yang memengaruhi fisiologi, emosi, dan perilaku (kita sudah
membahas ini di bagian otak, pikiran, dan emosi). Kedua, fungsi bahasa (verbal &
non-verbal) untuk mengkomunikasikan informasi atau pengalaman (kita sudah
membahas ini di bagian komunikasi). Ketiga, tujuan perubahan perilaku yang kita
harapkan melalui komunikasi tersebut (kita sudah membahas hal ini di bagian
mindset).
Perlu diketahui bahwa “memberikan makna baru” terhadap pengalaman
merupakan salah satu landasan pokok NLP. Konsep pemberian makna baru ini
disebut oleh Bandler dan Grinder sebagai reframing (1982). Menurut mereka,
sikap kita terhadap sesuatu adalah bentuk respons terhadap sesuatu itu, dan
bukan semata-mata karena sesuatu itu. Hal ini tercantum di dalam buku mereka:
“If people have a sensory experience that they don’t like, what they don’t
like is their response to it. One way of changing the response is to
understand that the response itself is not based on what’s going on in
sensory experience. If you change what the experience means to them,
their response will change.” (Bandler & Grinder, 1982:7).
Kalimat terakhir di dalam kutipan di atas menekankan adanya “perubahan
makna pengalaman” jika kita ingin mencapai suatu perubahan sikap atau respons
terhadap pengalaman-pengalaman baru yang setidaknya mirip dengan
pengalaman sebelumnya. Apa yang disebutkan oleh Bandler & Grinder di atas
88