Page 92 - Educational HYpnosis
P. 92
Educational Hypnosis (2018)
Free Ebook by Zainurrahman, S.S., M.Pd., CHt.
Zonahypnosis.wordpress.com
Beberapa mahasiswa mungkin akan termotivasi oleh rasa penasaran
(curiosity) dan memicu respons fight (mencari arti istilah tersebut melalui kamus,
internet, ensiklopedia, atau buku teks), namun beberapa mahasiswa yang lain
mungkin akan termotivasi oleh rasa bosan dan memicu respons flight
(mengabaikannya). Dengan demikian, dalam komunikasi di kelas, maksim-maksim
perlu dijaga agar informasi yang diberikan dapat diterima oleh peserta didik.
Di dalam banyak kesempatan juga, seringkali informasi yang kita
sampaikan memiliki muatan psikologis, terutama informasi yang bersifat perintah
(imperatif). Informasi yang diterima oleh seorang siswa atau sekelompok siswa
dapat diartikan sebagai ancaman (threat) atau peluang (opportunity). Misalnya,
dalam memberikan tugas kepada siswa, seorang guru mungkin membumbui
perintah dengan sedikit ancaman yang diberikan secara tidak langsung. Kalimat
contoh bisa saja berbunyi “Tugas ini merupakan syarat kelulusan. Bagi yang tidak
menyelesaikan tugas ini, jangan harap bisa lulus dari mata pelajaran saya.” Para
siswa menerima informasi ini sebagai ancaman, ketika mereka mengetahui bahwa
mereka merasa memiliki keterbatasan tertentu dan ini menjadi ancaman.
Sementara itu, bagi siswa lain, informasi ini seperti memberikan peluang untuk
mereka raih, yakni kelulusan.
Contoh yang lain, misalnya ada dosen yang berkata bahwa “Kuasai teori ini
jika kalian merasa pintar.” Sebagian mahasiswa mungkin memiliki persepsi negatif
terhadap kalimat ini, misalnya mereka berpikir bahwa dosen telah mendegradasi
kompetensi mereka. Kita tidak dapat mengelak bahwa sebagian siswa kita merasa
dirinya tidak sekompeten teman mereka. Bukankah bagi mereka menguasai teori
tersebut tidak penting bagi mereka karena mereka tidak merasa pintar? Oleh
karena itu, maksim quantity seolah-olah mengatakan kepada kita untuk tidak
mengatakan apa yang tidak seharusnya kita katakan. Kita harus sadar bahwa
ucapan kita sewaktu-waktu dapat “bertindak” atau berfungsi sebagai sebuah
tindakan yang menghasilkan pengaruh tertentu. Hal ini di dalam linguistik disebut
fenomena tindak tutur (speech act).
Seorang pendidik sejati akan berkomunikasi secara profesional dan tidak
tenggelam di dalam emosi negatif yang berdampak buruk pada prestasi siswa dan
hubungan baik antara siswa dan guru, atau siswa satu dengan yang lainnya.
Mengutarakan kalimat-kalimat yang bermuatan ancaman sewaktu-waktu
diperlukan namun pastikan kita sadar bahwa hal tersebut dilakukan dengan tujuan
memotivasi para siswa untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Demikian
pula dengan kalimat-kalimat yang bersifat memuji sebaiknya dimanfaatkan
dengan tujuan untuk menumbuh-kembangkan semangat belajar; sebagian
pendidik sangat suka memuji satu siswa di hadapan siswa yang lain secara
berlebihan dan ini berdampak pada minimnya semangat, kekecewaan,
kecemburuan, dan sebagainya. Sangat jelas bahwa prinsip-prinsip kerjasama
85