Page 20 - MATERI WEDA
P. 20
1. Pemahaman tentang orde sosial.
2. Pemahaman tentang asal-usul penguasa negara.
3. Penegasan tentang hubungan antara dua jenis kekuasaan di dalam negara
yaitu kekuasaan kelompok agama dan penguasa negara.
Ciri pokok dari pada pertumbuhan pemahaman orde sosial itu ialah munculnya
kesadaran-kesadaran baru yang menyadari kekuasaan hukum terhadap
individu serta kesatuan-kesatuan unit sosial masyarakat yang pengaturan
selanjutnya didasarkan atas kehendak Tuhan. Kehendak beliau tersebut
dituangkan dalam bentuk hukum abadi dan kekuasaan adat kebiasaan dari
orang-orang suci. Pandangan tentang nilai-nilai sosial mengalami perubahan
secara evolusi oleh kelompok kedua penguasa itu dalam wujud hukum yang
disebut ”dharma”. Tentang asal-usul penguasa negara sebagaimana dijelaskan
dalam kitab suci Weda, yang disimpulkan dari ayat Purusa Sukta X.90 dan Rg
Weda X.173, melukiskan bagaimana penyair itu berdoa agar diadakan raja atau
penguasa untuk menertibkan penduduk negara dan membayar pajak untuk
negara. Untuk memberikan bentuk kekuatan kepada raja atau penguasa dalam
negara teokrasi, raja dipersamakan sebagaimana halnya Dewa Indra terhadap
Dewa-Dewa lainnya. Demikian pulalah halnya raja terhadap penduduk negara
sehingga raja dianggap sekutu dari Dewa Indra (Indrasakha). Pada umumnya
lembaga kerajaan yang bersifat teokrasi itu tidaklah statis, karena sebagai
lembaga penguasa. Dalam bentuk negara kerajaan itu sifat-sifat theokrasinya
lebih menonjol dari pada bentuk negara republik. Raja sebagai pembuat
hukum atau bertindak sebagai yudikatif. Walaupun kedudukan raja
sedemikian penting tetapi kecendrungan untuk pembagian kekuasaan telah
nampak pula dalam kitab Weda dengan tidak mengharuskan raja secara pribadi
memutuskan segala macam sengketa yang diajukan kepadanya. Oleh karena
itu timbulah lembaga yudikatif dalam bentuk Parisada dan kemudian pada
bentuk Peradilan Kerta, ini menunjukkan bagaimana evolusi sejarah
pertumbuhan hukum Hindu secara umum. Peninjauan tentang sumber hukum
Hindu dapat kita lihat dalam berbagai segi. Peninjauan seperti ini dibenarkan
berdasarkan ilmu hukum, mengingat pengertian sumber hukum itu sendiri
belum ada persamaan secara utuh dan menyeluruh.
L. Oppenheim mengemukakan bahwa masalah sumber hukum itu dilihatnya
dari arti kata, yakni kata sumber yang oleh beliau menyebutnya ”source”.
Menurut Oppenheim di dalam bukunya yang berjudul International Law
A Treatire I, mengemukakan bahwa sumber yang dimaksud adalah asal
darimana kaidah-kaidah itu bertumbuhan dan berkembang. Pengertian ini
dibandingkan sebagai mata air yang mempunyai berbagai anak sungai dari
mana air-air sungai itu berasal dan akhirnya sampai ke tempat tujuan (Puja,
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 20