Page 31 - Tenggelamnya Kapal
P. 31
6. BERKIRIM-KIRIMAN SURAT
SEJAK dapat diketahui oleh Zainuddin bahwa suratnya diterima baik oleh Hayati, bahwasanya
pengharapannya bukanlah bagai batu jatuh ke lubuk, hilang tak timbul-timbul lagi, melainkan
beroleh bujukan dan pengharapan, maka kembalilah dia pulang ke rumah bakonya tempatnya
menumpang dengan senyum tak jadi, senyum panas bercampur hujan. Dia melengong ke kiri
dan ke kanan, menghadap ke langit yang hijau, ke bumi yang nyaman dan ke sawah yang luas,
ke puncak Merapi yang permai laksana bersepuhkan mas, ke air yang mengalir dengan
hebatnya di Batang Gadis. Seakan-akan dihadapinya semua alam yang permai itu, membangga
menerangkan suka cita hatinya. Dia merasa bahwa keberuntungan yang demikian belum
dirasainya selama hayatnya. Ini adalah sebagai ganjaran Tuhan atas kesabaran hatinya
menanggung sengsara telah bertahun-tahun.
Bilamana dia bertemu dengan seorang temannya, mau dia rasanya menerangkan rahasianya,
supaya orang itu turut tersenyum dengan. dia, jangan dia seorang saja merasai kelezatan cinta.
Ber temu beberapa orang anak kecil yang sedang bermain di halaman, atau sedang bermain
layang-layang di sawah yang baru disabit, mau dia rasanya mendermakan segala harta benda
yang ada padanya kepada anak-anak itu, untuk memuaskan rasa gembira yang baru
dikecapnya selama dia hidup.
Sampai di surau tempat dia tidur, ditulisnyalah sepucuk surat kepada Hayati. Karena lebih
merdeka dan lebih luas dia dapat menyusun kata menumpahkan perasaan hatinya, bila mana
ditulisnya: [48]
Hayati!
Meski pun mula-mula saya bertemu sesudah surat itu kukirim, tanganku gemetar, maka
sambutanmu yang halus atas kecemasanku telah menghidupkan semangatku kembak Hayati,
sampai sekarang, dan agaknya lama sekali baru keiadian itu akan dapat kulupakan. Karena
menurut perasaan hatiku, adalah yang demikian pintu keberuntungan yang pertama bagiku.
Sampai sekarang Hayati, masih kerap kali saya merasai dadaku seruliri, menjagaapakah hatiku
masih tersimpan di dalamnya, entah sudah terbang ke langit biro agaknya, lantaran terlalu
merasa beruntung.
Pada perkataan-perkataan yang telah kau ucapkan, ternyata bahwa kasih sayangku, bah wa
cintaku telah kau terima Bahwa pengharapanku yang telah putus, kau hubungkan kembali.
Tetapi Havati, ada yang perlu kuterang kan padamu, supaya jangan engkau menyesal
kemudian. Orang sukai seorang pemuda, karena sesuatu yang diharapkannya dari Pada
pemuda itu, misalnya dia cantik dan gagah. Aku sendiri, sebagai yang kau lihat, begitulah
keadaanku, rupaku yang jelek tak pantas menjadi jodohmu, dan aku miskin. Misalnya Allah
menyampatkan cita-cita hatfku, dan engkau boleh menjadi suntingku, menjadi isteri yang
mengobat luka hatfku yang telah bertahun-tahun, agaknya akan malu engkau berjalan
bersanding dengan daku, karena anrat buruk memperdekatkan loyang dengan mas,
mempertalikan benang dengan sutera Bagiku, Hayati, engkau sangat cantik. Kecantikanmu itu
kadang-kadang yang menyebabkan daku putus asa, mengingat buruk diriku dan buruk
untungku.