Page 33 - Tenggelamnya Kapal
P. 33

dalam lapangan yang luas itu. Maka jika kita beruntung, dan Allah memberi izin kita hidup
               sebagai suami dan isteri, adalah surat-surat itu untuk mematrikan cinta kita, jadi pengobat batin
               di dalam mendidik anak-anak. Tetapi kalau kiranya pertemuan nasib dan hidup kata tidak
               beroleh keizinan Tuhan sejak darn azali-Nya, adalah pula surat-surat itu akan jadi peringatan
               dari dua orang bersahabat atas ketulusan mereka menghadapi cinta, tidak terlangkah kepada
               kejahatan dan adak melanggar peri kesopanan.
               Jangan engkau berwas-was kepadaku Hayati, mengirimkan suratmu. Surat-suratmu akan
               kusimpan baik-baik, akan kujadikan azimat tangkal penyakit, tangkal putus pengharapan. Dan
               hilangkanlah sangka burukmu itu, takut suratmu jika kujadikan perkakas membusuk-busukkan
               namamu. Ah, mentang-mentang saya seorang anak orang terbuang, orang menumparg
               dinegeri ini, tidaklah sampai serendah itu benar budiku.
               Suratmu, Hayati; sekali lagi suratmu.



                                                                                                   Zainuddin.


               Tiba-tiba sedang Zainuddin asyik menunggu-nunggu balasan dari suratnya, datang adik Hayati,
               Ahmad yang masih kecil itu, membawa surat. Berdebar sangat jantung Zainuddin demi bila
               membuka sampul surat itu:


               Tuan Zainuddin

               Ketiga surat tuan telah saya baca dengan mafhum, sekali-kali bukanlah saya tak merghargai
               surnt-surat itu, bukan pula cemburu tuan akan merendahkan nama saya. Keterangan yang lebih
               panjang tak dapat saya berikan dengan surat. Sebab itu, kalau tuan tak keberatan, saya hendak
               bertemu sendiri dengan tuan, nanti sore di dangau di sawah tempat kita bertemu mula-mula
               tempo hari, Saya akan datang dengan adikku.


                                                                                                      Hayati.



               Ah, mengapa sedingin ini saja isi surat Hayati, kata Zainuddin dalam hatinya. Dingin benar,
               apakah saya telah terlalu terdorong? [51]
               Orang tentu maklum bahwasanya orang yang sedang dimabuk cinta itu, penuh hatinya dengan
               cemburu. Kadang-kadang cinta bersipat tamak dan loba, kadang-kadang was-was dan kadang-
               kadang putus asa.

               Ditunggunya hari sampai sore, di waktu orang-orang di sawah telah berangsur pulang dan anak
               gembala telah menghalau temaknya ke kandang. Maka Zainuddinlah yang telah berdiri lebih
               dahulu menunggu Hayati di dangau tersebut. Tidak berapa saat kemudian, Hayati datang pula
               diiringkan oleh adiknya.
               "Sudah lama agaknya tuan menunggu saya di sini?" kata Hayati.
               "Biar sampai matahari terbenam dan cahaya diberikan oleh bintang-bintang, saya akan
               menunggu kedatanganmu. Karena orang yang sebagai kau, tidaklah akan sudi memungkiri
               janjinya."
   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37   38