Page 225 - 16Feb18-BG Kristen kelas IX.indd
P. 225
Yakobus mengungkapkan bahwa ”iman tanpa perbuatan adalah mati”. Perbuatan
merupakan aktivitas ranah psikomotorik. Sesungguhnya kehendak Allah tidak
hanya cukup dimengerti dan dirasakan, namun harus dilakukan (Mat. 7: 21). Oleh
karena itu, kita harus berusaha untuk mengintegrasikan apa yang kita percayai
dengan tindakan nyata kita. Misalnya, dalam memberlakukan nilai-nilai kasih,
keadilan, persekutuan, kejujuran, dan menghargai orang lain.
Dari ungkapan di atas, maka jelas bahwa ketiga aspek tersebut merupakan suatu
kenyataan yang tidak bisa dipisah-pisahkan ataupun dipersempit dengan menekankan
satu aspek tertentu saja. Apabila iman seperti ini diberlakukan di kehidupan sekolah,
maka hidup kita menjadi lebih bermakna
F. Hidup Bermakna dengan Mengembangkan Kecerdasan Majemuk
Remaja sering merasa bosan dan jenuh dengan tugas-tugas dan pelajaran mereka.
Ada yang merasa terlalu bodoh dalam mempelajari bahasa asing, sedangkan yang
lainnya merasa tidak mampu mengolah pelajaran-pelajaran eksakta yang dianggap
terlalu ruwet dan membuat sakit kepala. Yang lainnya lagi merasa pelajaran ilmu-ilmu
sosial seperti sejarah dan geografi membosankan. Kata-kata dari orang tua, keluarga,
bahkan juga pendidik seperti ”Kamu memang bodoh!” sering membuat dirinya
patah semangat. Benarkah mereka bodoh? Bukankah hal yang sama juga pernah
kita alami sendiri, ketika kita merasa bahwa kita tidak pandai dalam suatu bidang
tertentu? Tidak pandai menari, atau bermain musik, atau memasukkan bola basket ke
keranjang. Semua itu pun membutuhkan kepandaian atau kecerdasan tertentu.
Howard Gardner dari Universitas Harvard (1993), dalam Multiple Intelligences
mengemukakan teori tentang kecerdasan yang meninggalkan pemahaman yang
tradisional. Selama ini orang beranggapan bahwa (1) kognisi manusia bersifat satu
kesatuan dan (2) setiap pribadi adalah makhluk yang memiliki kecerdasan yang dapat
dinilai dan diukur secara tunggal. Karena itulah, umumnya program pendidikan hanya
dibatasi dalam dua aspek saja, yaitu kecerdasan bahasa atau linguistik dan kecerdasan
matematik. Akibatnya, bentuk-bentuk kecerdasan yang lain kurang dihargai. Siswa
pun dianggap gagal apabila tidak menunjukkan ”kecerdasan akademik tradisional”.
Mereka kurang mendapat penghargaan sehingga mereka sulit mewujudkan potensi-
potensi mereka dan akibatnya mereka tidak percaya diri. Akhirnya, mereka larut di
sekolah maupun di lingkungannya.
Howard Gardner menemukan bahwa ternyata ada berbagai macam kecerdasan
yang dapat diukur dengan kriteria tertentu. Gardner memberikan gambaran mengenai
kapasitas manusia yang jauh lebih luas dan tidak hanya bertumpu kepada ”teori
kecerdasan tunggal”. Teori Gardner ini menolong kita untuk menghasilkan sistem
pendidikan yang lebih bermakna dan terbuka terhadap berbagai kemungkinan bagi
pikiran, kemampuan, dan masa depan manusia.
Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti
217