Page 197 - kebudayaan
P. 197

edukasi dalam politik etis selain mencetak kaum terpelajar, ternyata
            telah pula mencetak pekerja kasar dan pegawai rendah.
                Upaya Pram mencari buku roman zaman Tanam Paksa atau
            Cultuurstelsel (1830–1890) di Pulau Jawa yang dapat dinikmati oleh
            masyarakat pembaca di Indonesia, yakni naskah cerita bersambung
            HSM karya Haji Mukti terbitan Lentera Bintang Timur, dilakukan lin-
            tas benua. Pram meminta bantuan David T. Hill di Australian  National
            University dan dua orang lainnya di dua universitas di Amerika Serikat,
            yaitu James R. Rush di Yale University dan Ben Anderson di Cornell
            University. Selain itu, Pram juga mendapatkan data HSM melalui Ben
            Anderson di Belanda berupa daftar penerbitan atau pemuatan HSM
            di harian Lentera Bintang Timur dari 16 Desember 1962 sampai 12
            Juni 1965, yang tersimpan di Koninklijke Instituut voor Taal Land en
            Volkenkunde (KITLV) di Leiden. Namun, belum semua data yang
            dibutuhkan berhasil didapatkan. Terdapat penggalan-penggalan
            tertentu dari terbitan kedua, bahkan perombakan struktur kalimat
            sehingga tidak lagi seotentik bahasa Melayu sebagai lingua-franca
            sebagaimana roman HSM dituliskan. Penggalan-penggalan itu, dan
            penyesuaiannya menggunakan bahasa Indonesia yang telah berkem-
            bang untuk pembaca sekarang, menurut Pram,  menjadi retakan
            dalam roman HSM terbitan ketiga tahun 1987 ini. Untuk ini, Kratz
            mengatakan:

                [...] Pramoedya yang masih menolak politik kekuasaan kebudayaan
                kolonial, seolah tunduk pada mentalitet politik kekuasaan yang baru
                dengan mengubah gaya bahasa karya asli dengan gaya yang dianggap
                patut sekarang dan sudah dijadikan patokan yang baku sejak zaman   Buku ini tidak diperjualbelikan.
                Balai Pustaka dan Pujangga Baru. Sudah sampai saatnya untuk meneliti
                lebih jauh, apakah betul patokan sastra dan bahasa yang dianggap baik
                yang digunakan sejak kemerdekaan bukan merupakan salah satu hasil
                politik kekuasaan kebudayaan kolonial, dan juga apakah tidak ada
                alternatif lain untuk menerbitkan karya-karya lama kecuali mengubah





          184    Narasi Kebangsaan dalam ...
   192   193   194   195   196   197   198   199   200   201   202