Page 54 - kebudayaan
P. 54
berdamai. Pada 4 Januari, dia dan bala tentaranya menyerah tanpa
syarat. Peristiwa itu digambarkan dalam Syair Perang Mengkasar:
Karaeng Bonto Marannu kepala perang
Baginda itu raja yang terbilang
Sadu perdana sikapnya terbang
marhum bangsanya sedang.
Pada akhirnya, Karaeng Bonto Marannu ditawan Belanda.
Namun, dia dapat melarikan diri dan bergabung dengan pasukan
Makassar. Pelarian itu terjadi pada Juni 1667 dan bertepatan dengan
ekspedisi yang dibentuk Belanda untuk menghentikan pemberontakan
orang Bugis. Mendengar Bonto Marannu melarikan diri, Speelman
sangat marah dan secara khusus membatalkan pengampunan yang
diberikannya sesudah Perjanjian Bongaya pada November 1667.
Setelah peperangan berakhir pada 1669, Daeng Bonto Marannu pergi
ke Banten dan melanjutkan perjuangan di Jawa Timur. Daeng Bonto
Marannu mempersulit Speelman dan VOC dalam kerjanya. Akhirnya
dia bergabung dengan Trunajaya yang berupaya menaklukkan Kera-
jaan Mataram (Skinner, 2008).
Bait-bait yang menggambarkan tokoh Sultan Hasanuddin sebagai
pahlawan berbeda sekali dengan bait yang menggambarkan tokoh
Speelman, musuh Sultan Gowa, Tokoh ini digambarkan sebagai sosok
yang sangat buruk dan sangat keji. Pihak kolonial Belanda dicaci
maki dengan kata-kata yang kasar, seperti anjing dan iblis serta kafir.
Dalam salah satu bait, pihak Belanda dinyatakan sebagai durjana dan
penjarah, serta pembakar rumah-rumah penduduk. Karena di pihak Buku ini tidak diperjualbelikan.
Belanda bergabung suku Bugis, Buton, Soppeng, dan Sula, Bugis pun
dicaci dengan demikian si Bugis Welanda syetan. Buton dicaci sebagai
hewan, hendak melanggar si Buton haiwan (bait 223). Cacian yang
kasar juga ditujukan untuk Belanda.
Kolonialisme dan Heroisme ... 41