Page 58 - kebudayaan
P. 58
Bait itu dipertegas lagi dengan bait berikutnya yang semakin
memperlihatkan keberanian orang Makassar dalam mempertahankan
kerajaannya. Belanda dengan pengikutnya, Ambon dan Buton, lari
dengan wajah pucat. Karena terlalu takutnya, orang Buton bahkan
masuk ke laut, larilah Welanda Maluku dan Ambon/gentar pucat muka
si Buton/kepada air masin ia pun terjun.
Ketakutan itu diperlihatkan juga pada bait berikutnya. Untuk
memperlihatkan suasana hiruk-pikuk karena ketakutan yang
berlebihan digunakan Sekalian lari lintang-pukang dan dilanjutkan
dengan larik setengah mati terlelentang. Dalam kondisi seperti itu,
orang Makassar semakin berani. Keberanian itu diperlihatkan dengan
ungkapan oleh Mengkasar kepalanya dipegang/dikeratnya leher dengan
pedang. Kata dikerat digunakan untuk memvisualkan kemarahan,
leher dikerat padahal yang biasa dikerat adalah daging. Mengeratnya
bukan dengan pisau, melainkan dengan pedang.
Dari bait itu, terlihat bahwa keberanian orang Makassar sangat
besar karena harga diri mereka diremehkan oleh Belanda dan pendu-
kungnya (orang Ambon dan orang Buton). Keberanian itu merupakan
usaha Sultan Gowa dan pendukungnya melawan kolonialisme dan
mempertahankan martabat dan harga diri mereka. Dengan mem-
pertahankan martabat kerajaan berarti mereka juga menegakkan
martabat atau harga diri orang Makassar di hadapan rakyatnya.
Dalam SPM digambarkan keberanian Sultan Gowa dalam
menjaga harga dirinya berhadapan dengan Belanda—yang artinya
juga menjaga martabat orang Makassar. Belanda sebagai penjajah
mempunyai beberapa sekutu raja-raja sekitar, seperti Bugis, Buton, dan Buku ini tidak diperjualbelikan.
Ambon. Meskipun tentara Belanda dan sekutunya sangat banyak dan
memiliki senjata yang lebih modern, Sultan Gowa dan rakyatnya tidak
takut. Mereka berani melawan dan mempertahankan kerajaannya agar
tidak menjadi kaum terjajah. Perlawanan itu menurut mereka adalah
perang di jalan Allah.
Kolonialisme dan Heroisme ... 45