Page 147 - Cerita-Rakyat-Pulau-Buru-Kezia-PDF
P. 147
Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru
Belanda. Mereka hendak menggagalkan upaya penjajah
Belanda melabuhkan kapal di Namlea.
“Kita harus berani menguasai markas Belanda. Kita
tidak boleh mundur sejengkal pun. Senjata canggih di kapal itu
tidak akan bisa melumpuhkan kekuatan kita,” ujar komandan
para pejuang dengan suara lantang.
“Bagaimana kita bisa mengusir habis musuh kita dari
tanah leluhur ini wahai komandan?” tanya salah seorang
pejuang.
“Atas perjuangan suci, demi leluhur negeri kita,
perlengkapan senjata kita harus siap. Senjata granat, tombak,
bambu runcing, dan segala pusaka leluhur pasti akan
mengantarkan kita pada kemenangan,” jawab komandan para
pejuang. Komandan itu memperlihatkan pusaka leluhur orang
Buru. Mulutnya komat-kamit membacakan doa-doa kepada
Sang Pemilik Jagat.
Seisi ruangan hening. Mereka semua merasakan
getaran jiwa yang luar biasa. Dada mereka bergetar. Jiwa-jiwa
kepahlawanan mereka semakin membara. Jiwa yang tak akan
pernah takut menghadapi musuh dan maut sekalipun.
“Wahai teman-teman sekalian, pasukan kita ini adalah
pasukan Merah Putih. Perjuangan dan doa akan kita kerahkan
sekuat tenaga. Pertempuran nanti akan menjadi pertempuran
terakhir yang akan memakan banyak korban. Janganlah
gentar! Kita pasti berhasil mengibarkan bendera Merah Putih
di bumi Pulau Buru!” lanjutnya kembali membakar semangat
para pejuang.
Tiba-tiba terdengar suara cecak berdecak tiga kali
dari arah barat ruang rapat itu. semua orang yang berada di
ruangan itu tertegun. Mereka percaya suara cecak itu menjadi
penanda baik. Suasana saat itu memang bagus. Langit cerah.
136 136