Page 149 - Cerita-Rakyat-Pulau-Buru-Kezia-PDF
P. 149
Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru
Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih,
granat yang dilemparkannya tidak meletus. Tentara Belanda
sangat terkejut. Mereka merasakan ada hal yang aneh. Sekujur
tubuh mereka terasa perih dan gatal-gatal.
“Penjajah terkutuk! Granatmu tidak akan membunuh
kami di tanah leluhur ini. Senjata itu akan memakan dirimu
sendiri!” teriak seorang pejuang seraya melempar kembali
granat tersebut ke arah tentara Belanda.
Selama peperangan, darah mengalir dari tubuh tentara
yang tewas. Darah-darah itu membasahi daratan dan pantai
Namlea.
Pertarungan dahsyat terus berlanjut. Tentara Belanda
kocar-kacir. Sebaliknya, para pejuang justru terhindar dari
tembakan musuh. Mereka selalu lolos dari serangan tentara
Belanda.
Dengan semangat juang yang tinggi, sebagian pejuang
berhasil melumpuhkan markas Belanda. Gudang senjata
berhasil direbut. Tanpa membuang-buang waktu, komandan
pejuang memberikan perintah kepada anak buahnya.
“Pasukan tetap bersiaga! Awasi musuh yang tersisa!”
serunya dengan lantang.
“Siap..! Allah Akbar! Allah Akbar! Allah Akbar!” pekik
para pejuang.
Kemudian komandan para pejuang segera berlari
kencang menuju tiang bendera di tengah lapangan markas
Belanda. Di tengah lapangan, bendera Belanda diturunkan.
Kain biru bendera itu disobek. Lantas, sang komandan kembali
menaikkan bendera yang telah berubah menjadi Merah Putih.
Melihat bendera Merah Putih berkibar di tanah Buru,
semua pejuang menjadi merasa terharu. Air mata mereka tak
138 138