Page 42 - Cerita-Rakyat-Pulau-Buru-Kezia-PDF
P. 42

Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru                                              Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru

            membuka perbincangan.

                  “Alhamdulillah, kami berdua baik,” kata Mhat Jawa.
            “Apa yang telah terjadi hingga Bapak memanggil kami?”
                  “Ada banyak hal yang harus kita bicarakan. Banyak
            persoalan yang terjadi,” kata kepala desa.
                  “Bagaimana kondisi masyarakat dan bendera pusaka?”
            tanya Mhat Jawa.
                  “Oh iya, bagaimana kondisi bendera pusaka?” kata Ode
            Tagu menimpali.
                  “Alhamdulillah, kondisi bendera pusaka masih dalam
            keadaan aman. Masalah utama yakni masyarakat yang kini
            sangat panik. Mereka khawatir tentara Belanda kembali lagi
            ke kampung kita,” kata kepala desa.
                  “Jika itu yang terjadi kita harus bagi tugas agar kondisi
            ini tidak berlarut larut,” kata Ode Tagu dengan suara bergetar.
                  Tiba-tiba, terdengar suara sepatu dari balik jendela.
            “Sstttt, ada orang yang mendengar cerita kita,” bisik Ode Tagu.
                  “Kalau begitu, kita bubar dulu. Besok usai salat Isya,
            kita bertemu di masjid agar tidak ada yang curiga,” kata kepala
            desa dengan suara sangat pelan.
                  “Kalau begitu, kami berdua balik dulu sebelum ada yang
            melihat kita,” kata Mhat Jawa.
                  Esok pagi, matahari terbit dan bersinar hangat. Akan
            tetapi, suasana kampung justru sebaliknya. Tiada canda tawa
            lagi di dalam kampung. Tiada terlihat anak-anak yang bermain
            kejar-kejaran. Kampung yang selalu ramai berubah menjadi
            sunyi-senyap seperti tak berpenghuni. Semua masyarakat dilan-
            da kecemasan akan kehadiran ulang Belanda di kampung itu.
                  “Nak, pergilah lihat keadaan Mhat Jawa dan Ode Tagu,”
            kata kepala desa kepada anaknya. Pagi itu, kepala desa khawatir
            terjadi apa-apa pada kedua sahabatnya itu. “Hati-hati. Jangan

                                       31                                                                              31
   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47