Page 48 - Cerita-Rakyat-Pulau-Buru-Kezia-PDF
P. 48
Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru
“Mudah-mudahan binatang. Kalau manusia yang
terkena jerat, kita bisa ditimpa masalah,” kata Sapia mengingati
suaminya.
“Biar saja. Kita sudah kerja mati-matian. Eee, malah
kita dibikin susah. Biar tahu rasa,” kata Basirun dengan nada
emosi.
Keesokan harinya Basirun kembali melihat kebunnya di
Tanusang.
“Mudah-mudahan jebakan saya itu ada hasilnya. Biar
saya tahu apa penyebab rusaknya tanaman saya,” kata Basirun
dalam hati.
Setibanya di kebun, ia langsung memeriksa jebakan
yang kemarin dipasangnya. Alangkah terkejutnya Basirun
melihat sosok mengerikan terkena jebakannya. Sosok itu
ternyata seekor buaya besar. Buaya itu meronta-ronta. Ia
menjerit kesakitan. Anehnya, di kepala buaya itu, terlilit kain
berwarna merah.
“Tolong lepaskan saya!” rintih buaya itu. “Lepaskan!
Jangan membunuhku!”
“Apa saja yang engkau mau, akan saya kabulkan. Asal,
jangan kau membunuhku,” kata buaya itu lagi.”
Basirun tidak berkata apa-apa. Ia tak menghiraukan
permohonan buaya itu. Malah, Basirun tampak geram melihat
buaya besar itu. Terbayang dengan rusaknya semua tanaman
yang ada dalam kebunnya kemarin.
“Jangan bunuh saya! Kamu akan menyesal nantinya,”
mohon buaya itu.
Basirun tetap tidak peduli. Kakinya melangkah ke
pondok kebunnya. Sebatang bambu diambilnya. Lantas, ia
kembali ke tempat buaya itu terjebak.
“Brraakkk..!”
37 37

