Page 97 - Cerita-Rakyat-Pulau-Buru-Kezia-PDF
P. 97

Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru                                              Antologi CeritA rAkyAt PulAu Buru

            dadanya. Ia tidak tahu kalau botol saktinya telah dipecahkan
            oleh Putri Ci.

                  Darah raksasa Mulu Hito mengucur hingga masuk ke
            sungai Waeapo. Tiada berapa lama, air sungai Waeapo berubah
            menjadi merah. Hal itu karena banyaknya darah raksasa Mulu
            Hito yang terus mengucur ke sungai.
                  Tubuh raksasa Mulu Hito melemah. Kakinya bergetar
            menahan  tubuhnya  yang  berat.  Beberapa  sungai  ia  hampir
            terjatuh. Tubuhnya sempoyongan. Sesaat kemudian, ia roboh
            ke sungai Waeapo. Raksasa Mulu Hito tewas.
                  Melihat raksasa Mulu Hito tewas, Kapitan Baman
            Tausyiah menarik tubuh raksasa itu ke pinggir sungai. Di kaki
            sungai Waeapo, tubuh raksasa itu terkubur. Sebuah gundukan
            tanah menutupi tubuh raksasa Mulu Hito. Lama kelamaan,
            gundukan tanah itu menjadi daratan luas (saaru) di tengah
            air sungai Waeapo. Air sungai Waeapo tetap berwarna merah
            karena aliran darah dari tubuh raksasa Mulu Hito.

                  Setelah raksasa Mulu Hito tewas, kehidupan masyarakat
            setempat menjadi aman dan damai. Warga tidak takut pergi ke
            hutan. Tiada lagi raksasa yang mengancam kehidupan mereka.

                  Kapitan Baman Tausyiah dan Putri Ci akhirnya
            menikah. Keduanya hidup bahagia sebagai sepasang suami
            istri.



















                                       86                                                                              86
   92   93   94   95   96   97   98   99   100   101   102