Page 123 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 123
http://pustaka-indo.blogspot.com
yang pernah dilihatnya dalam penampakan pertama, terbang
membawa “kemuliaan” Yahweh bersamanya. Namun,
Yahweh bukan merupakan Tuhan yang jauh sama sekali.
Pada hari-hari terakhir menjelang kehancuran Yerusalem,
Yehezkiel menggambarkan Yahweh menyampaikan
peringatan keras kepada orang-orang Israel, tetapi tak
berhasil menarik perhatian atau memaksa mereka mengakui
ketuhanan Yahweh. Israel hanya dapat menyalahkan dirinya
sendiri atas bencana yang sontak melanda mereka. Meski
sering tampak asing, Yahweh mendorong orang Israel seperti
Yehezkiel untuk melihat bahwa gelombang sejarah tidaklah
acak dan arbitrer, tetapi memiliki logika dan keadilan yang
lebih mendalam. Dia mencoba menemukan makna di dunia
politik internasional yang kejam.
Tatkala mereka duduk di tepi sungai-sungai Babilonia,
beberapa di antara orang yang berada di pengasingan dengan
pasti merasa bahwa mereka tidak mampu mengamalkan
agama mereka di luar kawasan Tanah yang Dijanjikan.
Dewa-dewa pagan bersifat teritorial, dan bagi sebagiannya
tampak tak mungkin menyenandungkan lagu-lagu Yahweh di
negeri asing: mereka membayangkan kemungkinan
menangkap dan memecahkan anak-anak Babilonia pada
52
bukit batu. Akan tetapi, ada seorang nabi baru
mendakwahkan perdamaian. Kita tidak mengetahui apa-apa
tentang dirinya, dan ini menjadi penting karena nubuat dan
mazmurnya tidak memiliki simbol sebagai perjuangan
personal, sebagaimana yang dipikul oleh para pendahulunya.
Karena risalahnya kemudian disatukan dengan nubuat
Yesaya, maka dia selalu disebut sebagai Yesaya Kedua. Di
pengasingan, sebagian orang Yahudi akan menyembah
dewa-dewa Babilonia kuno, tetapi yang lainnya didorong
masuk ke dalam kesadaran keagamaan baru. Kuil Yahweh
telah menjadi puing; tempat pemujaan kuno di Betel dan
~116~ (pustaka-indo)