Page 129 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 129

http://pustaka-indo.blogspot.com
             kesucian  Tuhan  sendiri.  Dengan  demikian,  ini  merupakan
             penyeimbang  terhadap  watak  keberhalaan  agama  Israel.
             Tatkala P melihat kembali kisah klasik tentang Pembebasan,
             dia tidak membayangkan bahwa Yahweh sendiri betul-betul
             telah  menemani  orang  Israel  selama  masa-masa  sulit
             mereka:  ini  akan  menjadi  antropomorfisme  yang  janggal.
             Sebaliknya,  dia  memperlihatkan  “kemuliaan”  Yahweh
             memenuhi  kemah  tempat  dia  bertemu  dengan  Musa.  Sama
             halnya,  hanya  “kemuliaan  Yahweh”  yang  ada  di  dalam
             Kuil. 63

             Kontribusi  P  dalam  Pentateukh  yang  paling  terkenal,  tentu
             saja,  adalah  kisah  tentang  penciptaan  dalam  bab  pertama
             Kitab Kejadian, yang mengambil sumber dari Enuma  Elish.
             P  mulai  dengan  air  dalam  samudra  raya  (tehôm,
             penyimpangan  dari  “Tiamat”),  yang  darinya  Yahweh
             menciptakan  langit  dan  bumi.  Namun,  tak  ada  perang
             antardewa, atau pertarungan dengan Yam, lotan, atau Rahab.
             Hanya Yahweh yang bertanggung jawab mewujudkan segala
             sesuatunya.  Tak  ada  emanasi  realitas  yang  terjadi  secara
             bertingkat-tingkat;  bahkan  Yahweh  mencapai  ketertiban
             melalui  tindakan  berkehendak  tanpa  susah  payah.  Secara
             alamiah, P tidak mengonsepsikan dunia sebagai sesuatu yang
             sakral,  yang  tersusun  dari  unsur-unsur  yang  sama  dengan
             Yahweh.  Memang,  ajaran  tentang  “keterpisahan”  cukup
             krusial  dalam  teologi  P:  Yahweh  membuat  kosmos  tempat
             yang teratur dengan memisahkan malam dari siang, air dari
             tanah kering, dan cahaya dari kegelapan. Pada setiap tahap,
             Yahweh  memberkati  dan  menyucikan  penciptaan  dan
             menyebutnya sebagai “kebaikan”. Tidak seperti dalam kisah
             Babilonia,  penciptaan  manusia  merupakan  puncak  kreasi,
             bukan  sekadar  kebetulan.  Manusia  mungkin  tidak  ikut
             memiliki watak ilahiah, tetapi mereka diciptakan dalam citra
             Tuhan:  mereka  memikul  tugas-tugas  kreatifnya.  Seperti



                            ~122~ (pustaka-indo)
   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133   134