Page 137 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 137
http://pustaka-indo.blogspot.com
Salomo, seorang Yahudi Aleksandria, tempat berdiamnya
komunitas penting Yahudi, mengingatkan kaum Yahudi untuk
menahan diri dari godaan budaya Helenis yang ada di
sekeliling mereka dan tetap setia pada tradisi mereka sendiri:
bahwa rasa takut akan Yahweh, bukan filsafat Yunani, yang
merupakan hikmat sejati. Menulis dalam bahasa Yunani, dia
juga mempersonifikasi hikmat (Sophia) dan berpandangan
bahwa hal itu tidak dapat dipisahkan dari Tuhan Yahudi:
Hikmat [Sophia] adalah napas kekuasaan Allah,
Pancaran murni kemuliaan Yang Mahakuasa;
maka tak ada noda yang dapat mengotorinya,
Dia adalah pantulan cahaya abadi
cermin kekuasaan Tuhan yang tiada bercela,
72
bayangan kebaikannya.
Kalimat ini juga menjadi sangat penting bagi kaum Kristiani
ketika mereka mulai mendiskusikan status Yesus. Namun,
penulis Yahudi secara sederhana memandang sophia
sebagai sebuah aspek dari Tuhan yang tak dapat diketahui,
yang menyesuaikan dirinya dengan pemahaman manusia.
Dia adalah Tuhan sebagaimana dia telah mewahyukan diri
kepada manusia: persepsi manusia tentang Tuhan, secara
misterius berbeda dari realitas Tuhan yang sepenuhnya, yang
selalu luput dari jangkauan pemahaman kita.
Penyusun Hikmat Salomo benar adanya saat merasakan
ketegangan antara pemikiran Yunani dan agama Yahudi. Kita
telah melihat bahwa ada suatu perbedaan krusial dan
mungkin tak terdamaikan antara Tuhan Aristoteles, yang
sama sekali tidak sadar akan dunia yang telah diciptakannya,
dengan Tuhan Alkitab, yang secara hangat terlibat dalam
urusan-urusan manusia. Tuhan Yunani bisa ditemukan oleh
akal manusia, sedangkan Tuhan Alkitab hanya
menampakkan diri melalui wahyu. Suatu jurang memisahkan
~130~ (pustaka-indo)