Page 147 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 147
http://pustaka-indo.blogspot.com
dijelaskan dalam suatu formula yang sama bagi semua orang;
dia secara esensial merupakan pengalaman subjektif. Setiap
individu akan mengalami realitas “Tuhan” dalam cara
berbeda demi memenuhi kebutuhan temperamental khas
individu itu. Setiap nabi telah mengalami Tuhan secara
berbeda, demikian kata rabi itu, karena kepribadiannya
berpengaruh terhadap konsepsinya tentang yang ilahi. Akan
kita saksikan bahwa monoteis lain juga mengembangkan
gagasan yang sangat mirip. Hingga saat ini, ide-ide teologis
tentang Tuhan merupakan persoalan pribadi menurut
pandangan Yudaisme dan tidak dipaksakan oleh siapa pun.
Setiap doktrin resmi akan membatasi misteri Tuhan yang
esensial. Para rabi menunjukkan bahwa Tuhan sama sekali
tidak bisa dipahami. Bahkan, Musa juga tidak mampu
menembus misteri Tuhan: setelah melalui pencarian yang
panjang, Raja Daud mengakui bahwa adalah sia-sia untuk
mencoba memahami Tuhan karena dia terlalu agung bagi
83
pikiran manusia. Orang Yahudi bahkan dilarang
mengucapkan namanya. Ini untuk mengingatkan bahwa apa
pun usaha untuk mengungkapkan Tuhan pasti tidak akan
memadai: nama suci itu ditulis YHWH dan tidak dilafalkan
dalam setiap pembacaan kitab suci. Kita bisa mengagumi
perbuatan Tuhan di alam semesta, tetapi, sebagaimana
dikatakan oleh Rabi huna, ini hanya memberi kita gambaran
yang sangat kecil tentang keseluruhan realitas: “Manusia
tidak dapat mengerti makna petir, topan, badai, tatanan alam,
hakikat dirinya sendiri; lantas bagaimana dia bisa membual
84
mampu memahami Raja dari segala Raja?” Keseluruhan
gagasan tentang Tuhan adalah untuk memotivasi lahirnya
rasa tentang misteri dan ketakjuban hidup, bukan untuk
meraih solusi yang sejati. Para rabi bahkan memperingatkan
orang-orang Israel untuk tidak terlalu sering memuji Tuhan
dalam doa mereka, karena ucapan mereka cenderung
~140~ (pustaka-indo)