Page 152 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 152

http://pustaka-indo.blogspot.com
             kaum  pria  diperintahkan  untuk  bersyukur  kepada  Tuhan
             dalam  doa  pagi  karena  Tuhan  tidak  menciptakan  mereka
             sebagai  orang  yang  non-Yahudi,  budak,  atau  perempuan.
             Walaupun  demikian,  perkawinan  dipandang  sebagai  sebuah
             tugas  sakral  dan  kehidupan  keluarga  dianggap  sebagai
             sesuatu  yang  luhur.  Para  rabi  menekankan  kesuciannya
             melalui  pengesahan  yang  sering  disalahpahami.  Jika
             hubungan  seks  dilarang  selama  menstruasi,  ini  bukan
             disebabkan oleh anggapan bahwa kaum perempuan itu kotor
             atau  menjijikkan.  Masa  pantangan  itu  dirancang  untuk
             mencegah  kesewenangan  kaum  pria  terhadap  istrinya:
             “Karena  seorang  pria  jadi  sangat  mengenal  istrinya,  dan
             kemudian  ditolak  olehnya,  Taurat  menyatakan  bahwa  kaum
             perempuan  harus  menjalani  niddah  [tidak  melayani
             hubungan seks] selama tujuh hari [setelah menstruasi] agar
             dia menjadi dicintai oleh suaminya [setelah itu] seperti pada
                            96
             hari  pernikahan.”   Sebelum  pergi  ke  sinagoga  pada  suatu
             hari  perayaan,  seorang  pria  diwajibkan  melakukan  mandi
             ritual,  bukan  karena  dia  kotor,  melainkan  demi  menjadikan
             dirinya lebih suci dalam menjalankan pelayanan ilahi. Dalam
             semangat ini pula seorang perempuan diwajibkan mandi ritual
             setelah  periode  menstruasi,  untuk  mempersiapkan  dirinya
             bagi  kesucian  tugas  mendatang:  hubungan  seks  dengan
             suaminya. Gagasan bahwa seks mungkin merupakan sesuatu
             yang suci tidak dikenal di dalam Kristen, yang acap melihat
             seks  dan  Tuhan  sebagai  dua  hal  yang  saling  tidak
             bersesuaian.  Benar  bahwa  orang  Yahudi  pada  masa
             berikutnya  sering  memberikan  interpretasi  negatif  terhadap
             ajaran-ajaran  para  rabi,  tetapi  rabi-rabi  itu  sendiri  tidak
             mendakwahkan  spiritualitas  yang  murung,  asketik,  dan
             menyangkal kehidupan.

             Sebaliknya,  mereka  mengajarkan  bahwa  orang  Yahudi
             berkewajiban  untuk  memelihara  kehidupan  agar  tetap  baik



                            ~145~ (pustaka-indo)
   147   148   149   150   151   152   153   154   155   156   157