Page 219 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 219
http://pustaka-indo.blogspot.com
memulai dengan pengalaman manusia tentang hypostases
Tuhan. Karena ousia Tuhan itu tak terpahamkan, maka kita
hanya dapat mengenalnya melalui manifestasi-manifestasi
yang telah diwahyukan kepada kita sebagai Bapa, Putra, dan
Roh. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa Kapadokian
percaya kepada tiga wujud ilahi, sebagaimana dibayangkan
oleh para teolog Barat. Kata hypostasis membingungkan
bagi kebanyakan orang yang tidak mengenal bahasa Yunani,
karena kata itu memiliki banyak makna: sebagian sarjana
latin, seperti St. Jerome percaya bahwa kata hypostasis
memiliki arti yang sama dengan ousia dan berpikir bahwa
orang-orang Yunani mempercayai adanya tiga esensi ilahi.
Namun, Kapadokian menegaskan ada satu perbedaan
penting antara ousia dengan hypostasis yang harus betul-
betul diingat. Ousia sebuah objek adalah yang menjadikan
objek itu sebagaimana adanya; ousia biasanya diterapkan
pada objek sebagaimana adanya di dalam dirinya sendiri.
Sedangkan hypostasis dipakai untuk mengungkapkan suatu
objek dilihat dari luar. Kadang kala, Kapadokian suka
menggunakan kata prosopon untuk menggantikan
hypostasis. Prosopon pada dasarnya berarti “daya”, tetapi
juga telah mendapatkan sejumlah arti sekunder sehingga ia
juga dipakai untuk merujuk kepada ekspresi wajah seseorang
yang mencerminkan keadaan pikirannya, juga untuk sebuah
peran yang secara sadar diadopsinya atau karakter yang
diniatkan untuk dijalaninya. Akibatnya, tidak berbeda dengan
hypostasis, prosopon berarti ekspresi luar watak batin
seorang individu sebagaimana tampak oleh orang lain. Jadi,
ketika Kapadokian berkata bahwa Tuhan adalah satu ousia
dalam tiga hypostasis, sesungguhnya yang mereka
maksudkan adalah Tuhan dalam dirinya sendiri itu Satu:
hanya ada satu kesadaran diri ilahi. Akan tetapi, ketika dia
membiarkan bagian dari dirinya diketahui oleh makhluknya,
dia adalah tiga prosopoi.
~212~ (pustaka-indo)