Page 221 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 221
http://pustaka-indo.blogspot.com
Tuhan tetap hadir dalam setiap fase perbuatan. Dalam
pengalaman kita sendiri, kita dapat melihat
kesalingtergantungan antara ketiga hypostases: kita takkan
pernah mengenal Bapa sekiranya tak ada wahyu kepada
Putra, demikian pula kita takkan pernah mengenal Putra jika
tak ada Roh yang membuat kita mengenalnya. Roh
mendampingi Firman suci Bapa, tak bedanya dengan napas
(dalam bahasa Yunani pneuma; bahasa latin spiritus)
mendampingi kata-kata yang diucapkan seorang manusia.
Ketiga oknum ini tidak berada secara terpisah di alam suci.
Kita dapat membandingkan mereka dengan keberadaan
berbagai bidang ilmu yang berbeda di dalam pikiran
seseorang: filsafat boleh saja berbeda dari ilmu kedokteran,
tetapi ia tidak mendiami sebuah kawasan kesadaran yang
terpisah. Ilmu-ilmu yang berbeda saling melingkupi satu sama
lain, mengisi seluruh pikiran namun tetap berbeda. 23
Akan tetapi, pada akhirnya, Trinitas hanya bisa dipahami
sebagai sebuah pengalaman mistik atau spiritual: ia harus
dialami, bukan dipikirkan, karena Tuhan berada jauh di luar
jangkauan konsep manusia. Ia bukanlah sebuah rumusan
logis atau intelektual, melainkan sebuah paradigma imajinatif
yang membungkam akal. Gregory dari Nazianzus membuat
hal ini menjadi jelas ketika dia memaparkan bahwa
kontemplasi tentang Tiga dalam Satu membangkitkan emosi
yang hebat dan memukau yang membungkam pikiran dan
kejernihan intelektual.
Begitu aku memikirkan tentang yang Satu, aku
dicerahkan oleh kesemarakan yang Tiga; begitu
aku membedakan yang Tiga maka aku segera
dibawa kembali kepada yang Satu. Ketika aku
memikirkan salah satu dari yang Tiga, aku
memikirkannya sebagai keseluruhan, dan mataku
penuh, dan bagian yang lebih besar dari apa
~214~ (pustaka-indo)